Umumnya memang menjelang Natal dan tahun baru terjadi kenaikan harga hasil pertanian, karena memang permintaan juga cukup tinggi. Tahun ini kenaikan terlihat signifikan mengingat curah hujan yang cukup tinggi berdampak pada produksi petani. ....
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah menyebutkan tren kenaikan nilai tukar petani (NTP) belum sepenuhnya dinikmati oleh petani lantaran baru terjadi di sebagian subsektor pertanian dan ada disparitas harga di tingkat petani dan konsumen.
Agus Ruli dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan kenaikan di masing-masing subsektor NTP merupakan dampak dari momen akhir tahun dan kondisi cuaca saat ini.
“Umumnya memang menjelang Natal dan tahun baru terjadi kenaikan harga hasil pertanian, karena memang permintaan juga cukup tinggi. Tahun ini kenaikan terlihat signifikan mengingat curah hujan yang cukup tinggi berdampak pada produksi petani. Bahkan kita lihat di beberapa wilayah Indonesia terjadi bencana banjir, karena curah hujan yang cukup tinggi,” kata Ruli.
Baca juga: Apkasindo: selama 2021 kesejahteraan petani sawit meningkat
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa NTP nasional pada Desember 2021 sebesar 108,34 atau naik 1,08 persen dibandingkan bulan sebelumnya yakni 107,18. Kenaikan NTP nasional disebabkan Indeks Harga yang Diterima oleh Petani (lt) naik sebesar 1,72 persen lebih tinggi dibanding kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,63 persen.
Kenaikan NTP nasional tersebut ditopang oleh subsektor-subsektor NTP yang menunjukkan tren positif pada Desember 2021 lalu. Kenaikan subsektor NTP yang paling signifikan terjadi di subsektor hortikultura (6,38 persen); perkebunan rakyat (0,91 persen); dan perikanan (0,76 persen), lalu diikuti subsektor tanaman pangan (0,40 persen).
Agus Ruli mengatakan kenaikan pada subsektor hortikultura cukup signifikan disebabkan oleh naiknya lt pada dua kelompok yakni sayur-sayuran khususnya cabai rawit dan bawang merah (9,65 persen) dan kelompok buah-buahan (0,01 persen).
“Namun kami melihat kenaikan harga tersebut masih belum sepenuhnya dinikmati di petani. Laporan dari anggota SPI Bogor misalnya, menyebutkan perbedaan harga di tingkat petani dengan di pasar cukup signifikan. Misalnya di tingkat petani harga cabai rawit merah seharga Rp50.000 per kg, tapi di pasar bisa Rp80.000 bahkan beberapa hari kemarin tembus Rp100.000 per kg," kata Agus Ruli.
Baca juga: Anggota DPD: Program Simantri tingkatkan pendapatan petani Bali
Dia menyampaikan bahwa disparitas harga jual di tingkat petani dan pedagang terlampau tinggi dan merugikan petani serta konsumen. “Kondisi ini jelas tidak adil, di mana konsumen jelas akan mendapat harga yang terlampau tinggi akibat tindakan mencari untung yang dilakukan oleh tengkulak atau pengepul,” katanya.
Kenaikan NTP subsektor tanaman pangan disumbang oleh kenaikan lt untuk kelompok tanaman pangan yakni padi sebesar 1,14 persen. Kenaikan ini juga dilihat dari kenaikan harga gabah, yakni Gabah Kering Panen (GKP) yang naik naik 2,64 persen ke Rp4.773 per kg di tingkat petani.
Agus Ruli menyampaikan, tren kenaikan harga gabah mengingat saat ini di wilayah belum panen, sehingga menyebabkan harganya relatif tinggi. Begitu juga dengan harga beras.
"Hal yang patut kita perhatikan adalah bencana banjir yang melanda beberapa wilayah, dan berdampak gagal panen seperti di Mandailing Natal, Sumatera Utara, dan Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang," katanya.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022