Jambi (ANTARA News) - Provinsi Jambi akan menampilkan alat musik khas Kerinci yang terbilang aneh dan sudah langka, yakni Tirawoai dan Serangko, di panggung Temu Karya Taman Budaya Nusantara di Kota Solo Jawa Tengah pada 20 Juli 2011.

"Pada kesempatan di Solo ini kita akan membawa dan memperkenalkan kembali alat musik teraneh yang kita miliki ke hadapan publik yakni Tirawoai dan Serangko," kata Ketua komunitas seni tradisi Mindulahin, Azhar MJ.

Dalam kesempatan tersebut, kata Azhar, tim Kesenian Jambi yang diwakili Mindulahin akan menampilkan pertunjukan hasil pengolahan seni-seni tradisi masyarakat Jambi dalam konsep kotemporer dalam bentuk midle menghabiskan durasi 45 menit seperti yang disiapkan panitia.

``Kita akan tampilkan pertunjukan Tawak Kepung yang merupakan akronim dari kata-kata Tawo (mantera pengobatan khas Kerinci), Tirawoai (alat musik teraneh Kerinci), Sike (seni musik rampak khas Kerinci, dan tari Nek Pung (tarian khas Tebo). Pertunjukan ini melibatkan berbagai unsur seni mulai dari sastra, musik, tari dan teater,`` kata Azhar.

Alat musik Tirawoai sendiri, katanya, adalah alat musik yang terbilang sangat aneh karena filosofi, bentuk, fungsi serta cara memainkannya yang tidak lazim.

Alat musik ini dibuat langsung di tanah dengan teknik `Paleboung` (membuat lubang di tanah serupa lubang kuburan).

``Ada dua lubang yang dibuat, satu untuk Trawoai (alat ritmis) dan satunya lagi Tirawoak (alat melodis), tapi ke Solo kita hanya tampilkan satu macam saja di antara dua alat tersebut, yakni Tirawoai,`` ujar Azhar.

Lalu, di atasnya direntangkan senar dari rotan yang di antaranya disisipkan upih. Untuk memainkannya alat ini bukan dipetik atau digesek melainkan dipecut pakai pemukul khusus dari bilah kayu manau.

Alat musik Tirawoai yang merupakan warisan kebudayaan purba masyarakat Proto-Melayu Kerinci ini oleh masyarakat fungsinya dimainkan adalah untuk memanggil harimau dalam tradisi ritual `Ngagouh Himau`.

``Namun untuk keperluan pertunjukan dinilai sangat tidak efektif membuat lubang di arena pertunjukan apalagi di panggung berlantai permanen milik orang lain, maka Mindulahin mengolah alat musik itu dengan membuat semacam kotak sebagai pengganti lubang sehingganya efektif dan efisien di bawa-bawa ke mana pun,`` kata Azhar.

Sementara alat, alat musik lainnya yakni `Serangko` adalah alat musik tiup khas Kerinci yang menyerupai terompet perang terbuat dari tanduk `kerbau jalang` dengan ukuran rata-rata antara satu hingga satu setengah meter.

``Alat musik Serangko ini dulunya oleh masyarakat Kerinci digunakan sebagai terompet perang dan terompet belasungkawa atau alat informasi bagi masyarakat kalau ada kematian, sebutan lainnya adalah Puput,`` tutur Azhar.

Untuk kebutuhan pertunjukan alat musik Serangko ini pun diolah dengan mengganti medianya dari tanduk kerbau jalang yang sudah tidak ditemukan lagi di zaman sekarang ini, dengan menggunakan sejenis kayu.

``Bentukan pengolahannya memang lebih mirip alat musik oboe dari afrika yang lurus dan panjang, itu karena kita tidak menemukan kayu yang melengkung sperti tanduk kerbau jalang,`` kata Azhar.

Kedua alat musik tersebut nantinya akan mengiringi komposisi musik dari pertunjukan kolaboratif yang akan disajikan ke hadapan publik di Solo, Tirawoai menggantikan alat ritmis bass dan gendang, sedangkan Serangko sebagai pembangun nuansa dan suasana magis seperti konsep pertunjukan yang diinginkan sutradara.

``Jadi pertunjukan di Solo itu nantinya sebenarnya adalah publikasi perdana secara resmi ke hadapan publik luas se nusantara dari dua bentuk khasanan budaya khas Jambi tersebut, arti kata kita telah melakukan upaya revitalisasi atas keduanya yang hampir punah itu, mudah-mudahan mendapa respon positif,`` kata Azhar.(*)

(T.KR-BS/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011