"Dalam catatan kami, dari 45 koruptor tersebut 20 di anitaranya melarikan diri ke Singapura," kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, pada diskusi "Polemik: Koruptor Ngeloyor Negara Tekor" di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, Singapura adalah negara salah satu negara tujuan dari para koruptor di Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri, karena memiliki beberapa nilai lebih.
Pertimbangannya, kata dia, Singapura secara geografis masih dekat dengan Indoneia, sehingga koruptor yang sudah melarikan diri ke Singapura masih bisa mengatur bisnisnya dari Singapura serta Pemerintah Singapura belum ada perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Indonesia.
"Koruptor yang sudah dicekal dan berada di Singapura, biasanya orang dari Indonesia yang pergi ke Singapura untuk berkomunikasi," katanya.
Menurut dia, Pemerintah Indonesia sudah menawarkan kerjasama ekstradiri terhadap pelanggar hukum kepada Pemeritah Singapura, pada 2007, tapi belum ada penyelesaian.
Koruptor warga negara Indoneia (WNI) yang berada di Singapura, kata dia, juga tidak bisa dipaksa pulang ke Indonesia, karena aturan hukum di Singapura, memungkinan bagi koruptor untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan di Singapura.
"Koruptor yang berhasil dibawa pulang ke Indonesia, karena dibujuk untuk pulang secara baik-baik, bukan dipaksa pulang," katanya.
Emerson mencontohkan, Gayus, tersangka pada kasus mafia pajak, berhasil dibawa pulang ke Indonesia, karena dibujuk untuk pulang secara baik-baik dari Singapura.
Saat ini dua warga negara Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri dan kasusnya sedang ramai dibicarakan Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti.
Muhammad Nazaruddin diduga terkait pada kasus penyuapan terhadap Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga untuk proyek pembangunan Wisma Atlet untuk SEA Games di Palembang serta dugaan penyuapan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan, Nunun Nurbaeti adalah tersangka pada kasus pemberian cek perjalanan kepada sejumlah anggota DPR RI, pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, tahun 2004. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011