Jakarta (ANTARA) - Seorang kakek yang mencari nafkah sebagai tukang servis AC, Ng Je Ngay (70), menyambangi Polda Metro Jaya untuk mengadukan kasus mafia tanah yang menimpanya.

Pengacara korban, Aldo Joe di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, mengatakan, Ng Je Ngay sudah enam kali mengirimkan surat kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran, yang berisi permohonan agar kasus mafia tanah yang menimpanya segera diusut.

Dalam suratnya, Aldo juga mempertanyakan soal penangguhan penahanan terhadap tersangka AG oleh Polres Metro Jakarta Barat dalam kasus mafia tahan yang menimpa kliennya.

"Polres Jakbar awalnya tegak lurus mau melimpahkan, akan ditahan, tapi akhirnya pelaku ini ditangguhkan," kata Aldo.

Aldo berharap pihak Kepolisian segera melakukan penahanan terhadap AG dan kasus yang menimpa kliennya bisa segera dituntaskan.

Baca juga: Polda Metro lindungi Dino Patti terkait ancaman dari mafia tanah

Dia juga menyinggung soal penanganan kasus mafia tanah terhadap mantan Wamenlu Dino Patti Djalal dan artis Nirina Zubir. Dalam kasus itu tidak ada satu tersangka yang mendapatkan penangguhan penahanan.

"Dalam perkara mafia tanah yang ditangani Polda Metro Jaya kita bisa ketahui dari Pak Dino Patti Djalal 15 tersangka mafia tanah ini tidak satu pun yang ditangguhkan," katanya.

"Kedua, kita bisa lihat kasus tanah yang menimpa Nirina Zubir tidak satu pun yang ditangguhkan. Nah ini kok bisa ditangguhkan. Ini yang menjadi pertanyaan besar," katanya.

Pada kesempatan yang sama kakak Ng Je Ngay, Oh Po Leng yang hadir di Polda Metro Jaya berharap kasus yang menimpa adiknya bisa segera diselesaikan.

"Adik saya sampai stres, karena ini saya mohon bantu Bapak Kapolri, Bapak Kapolda, Pak Jokowi yang telah melihat tolonglah dibantu keluarga kami," kata Oh Po Leng.

Baca juga: Kasus tanah milik ibunda Dino Patti Djalal segera disidangkan

Oh Po Leng mengatakan, tersangka AG tiba-tiba datang dan mengusir Ng Je Ngay dari rumahnya dan mengaku sebagai pemilik rumah tersebut.

AG juga meminta uang sebesar Rp2 miliar kepada Ng Je Ngay jika masih ingin menempati rumah tersebut.

"Mereka mau mengusir saya. Minta uang, suruh anak saya keluarin uang sekian. Tidak mau keluarkan uang sekian, keluar dari situ," ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo mengatakan, kasus mafia tanah tersebut telah mendapat pengawasan dari Mabes Polri.

Penanganan kasus tersebut juga berdasarkan hasil rekomendasi gelar perkara penyidik yang menangani kasus tersebut.

"Kasus ini dalam pengawasan Mabes Polri
Kasus telah digelar di tingkat Mabes dan kami melaksanakan rekomendasi hasil gelar perkara," kata Ady saat dikonfirmasi, Selasa.

Baca juga: Polda Metro tahan dua tersangka lagi kasus mafia tanah Nirina Zubir

Kasus mafia tanah yang menimpa kakek yang berprofesi sebagai tukang servis AC tersebut diketahui oleh korban pada tahun 2017.

Saat itu, Ng Je Ngay dilaporkan ke Polsek Tamansari atas dugaan penyerobotan tanah di Jakarta Barat. Padahal Ng Je Ngay membeli rumah tersebut secara sah pada tahun 1990.

"Di situ klien kami baru tahu ada permasalahan tersebut yang mana KTP, KK, dan NPWP, buku tabungan ini semua dipalsukan pelaku. Akhirnya klien kami layangkan laporan di Polres Jakarta Barat tahun 2018," katanya.

Hasil penyelidikan polisi kemudian menetapkan pelaku inisial AG sebagai tersangka. Namun, pihak Kepolisian tak kunjung melakukan penahanan terhadap AG.

Baca juga: Tersendatnya normalisasi sungai di DKI Jakarta akibat mafia tanah

Aldo mengatakan, nilai rumah Ng Je Ngay yang menjadi sasaran mafia tanah tersebut bernilai sekitar 2 hingga 3 miliar rupiah dengan NJOP senilai Rp1,9 miliar. Sedangkan AG diduga membelinya senilai Rp800 juta.

Aldo berharap lewat surat permohonan perlindungan hukum kepada Kapolda Metro membuat kasus kliennya mendapatkan atensi.

Terlebih, korban telah berusia lanjut dan hanya berprofesi sebagai tukang servis AC di Jakarta Barat dan rumah Ng Je Ngay merupakan satu-satunya harta korban.
Baca juga: Bareskrim tetapkan 10 tersangka kasus mafia tanah Cakung

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022