Bandung (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyatakan, meski memuat sanksi berat, undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, undang-undang tindak pidana pencucian uang dan undang-undang lalu lintas devisa masih sulit digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan perbankan dan perpajakan. "Dalam lima tahun terakhir ini sudah 69 perkara perbankan dan dua perkara perpajakan dilimpahkan kejaksaan ke pengadilan, tapi itu baru sebagian kecil dari kasus kejahatan yang bisa dijerat" katanya pada pembukaan pelatihan perbankan dan perpajakan Kejati Jabar di Bandung, Senin. Menurut Jakgung, kompleksitas dari modus operandi yang dipergunakan pelaku memaksa Jaksa maupun penuntut umum harus memahami secara khusus peraturan yang berkaitan dengan perbankan dan perpajakan. "Karena perbankan memiliki posisi yang strategis dalam pembangunan maka pembinaan dan pengawasan kegiatanperlu mengutamakan langkah preventif yang koordinatif serta komprehensif," katanya. Langkah yang dimaksud adalah tindakan pencegahan dan penindakan dapat diwujudkan sehingga tindak pemberantasan korupsi tidak akan hanya memberikan efek jera tetapi di sisi lain berfungsi sebagai daya tangkal. Wujud nyata dari upaya tersebut, lanjut Rahman adalah membentuk undang-undang yang baru dan juga membentuk komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan muncul anggapan bahwa kegagalan pemberantasan korupsi adalah tidak adanya sinergi antara penegak hukum yang ada serta sistem pendukung seperti perbankan, perpajakan, bea cukai, pencatatan transaksi keuangan yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006