Washington (ANTARA News) - Harga minyak menguat pada Kamis waktu setempat karena prospek ketatnya pasokan setelah OPEC mempertahankan plafon produksi jelang ekspektasi kenaikan permintaan energi akhir tahun ini, kata analis.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk Juli, naik 1,19 dolar AS menjadi ditutup pada 101,93 dolar AS per barel.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juli, naik 1,72 dolar AS menjadi 119,57 dolar AS per barel.
Pertemuan panas OPEC di Wina pada Rabu mengakibatkantarget produksi resmi kartel tetap 24,84 juta barel per hari (bpd), yang telah berdiri sejak Januari 2009.
Pengumuman itu mengirim harga minyak meroket dua dolar pada Rabu.
Pedagang telah berspekulasi bahwa 12-negara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan meningkatkan kuota produksi untuk membantu mendinginkan harga minyak dan pada gilirannya meningkatkan pemulihan ekonomi.
"Minyak mentah reli karena OPEC ... gagal untuk mencapai kesepakatan atas tingkat produksi yang lebih tinggi," Victor Shum, seorang analis konsultan energi internasional Purvin and Gertz yang berbasis di Singapura mengatakan kepada AFP.
"Dalam jangka panjang, pasar minyak secara fundamental bullish dengan pertumbuhan permintaan ke depan, dan karenanya kelompok OPEC harus menyediakan produksi lebih banyak."
Kekhawatiran sisi pasokan termasuk konflik di anggota OPEC Libya, analis menambahkan.
Produksi oleh Libya, sebuah negara pengekspor minyak mentah utama yang memproduksi sekitar 1,7 juta bph sebelum pemberontakan pecah di pertengahan Februari, telah merosot tajam sejak pemberontakan dimulai.
Tetapi pada Kamis, menteri minyak dan keuangan di dewan pemberontak Libya, Ali Tarhoni, mengatakan pemberontak akan mulai memproduksi minyak 100.000 bph "segera."
Dia mengatakan "kami berharap segera," ketika ditanya kapan pemberontak akan mulai memproduksi minyak dari ladang timur di bawah kendali mereka. "Seratus ribu barel per hari atau lebih," tambahnya.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), ekspor Libya rata-rata 1,49 juta barel per hari sebelum pemberontakan tersebut, dengan 85 persen ditujukan ke Eropa.
Mengenai OPEC, IEA mengatakan "kecewa" dengan keputusan produksi kartel dan mendesak produsen bagaimanapun untuk memasok lebih banyak guna menghindari tingginya harga minyak.
IEA, yang mewakili kepentingan negara-negara industri, memperkirakan bahwa produksi OPEC sebenarnya mencapai 26,15 juta bph pada April, memberikan kelebihan sekitar 1,3 juta barel per hari. Tetapi, sekalipun ada produksi tambahan tersebut tidak dilihat sebagai cukup untuk memenuhi kebutuhan masa depan.
Pertemuan OPEC itu terkena perpecahan jauh di dalam kartel.
Kuwait, Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab telah menyerukan kenaikan 1,5 juta barel ke batas tertinggi produksi, tapi sesama anggota menolak gagasan tersebut.
Analis Jason Schenker dari Prestige Economics yang berbasis di AS, mengatakan bahwa keputusan tidak akan berubah banyak.
"Saya pikir secara fundamental itu tidak akan mengubah situasi pasokan. Saya berpikir (produsen utama OPEC) Arab Saudi akan memproduksi minyak tambahan tanpa menghiraukan itu.
"Dalam jangka pendek (pertemuan) ini dapat ditafsirkan sebagai bullish tetapi sebenarnya bahwa pasar akan menjadi mendapat pasokan baik," tambahnya. (A026/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011