Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR menyepakati kuota bahan bakar minyak bersubsidi dalam RAPBN 2012 antara 38,4-41 juta kiloliter.
Kesepakatan yang dicapai dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Darwin Saleh di Jakarta, Kamis, dengan asumsi adanya pengendalian dan pengaturan BBM bersubsidi pada 2012.
Rincian kuota 38,4 juta kiloliter adalah premium 23,2 juta kiloliter, minyak tanah 2,1 juta kiloliter, dan solar 13,1 juta kiloliter.
Rincian kuota 41 juta kiloliter adalah premium 24,6 juta kiloliter, minyak tanah 2,1 juta kiloliter, dan solar 14,4 juta kiloliter.
Asumsi kuota 2012 yang maksimal sebesar 41 juta kiloliter tersebut lebih rendah dibandingkan prognosa 2011 sebesar 41,42 juta kiloliter.
Prognosa 2011 itu dengan melihat realisasi sampai 31 Mei 2011 sebesar 15,46 juta kiloliter.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo mengatakan, kuota sebesar 38,4 juta kiloliter dengan asumsi melakukan pengendalian BBM.
Pengendalian yang dilakukan berupa perubahan Perpres No 55 Tahun 2005 dan Perpres No 9 Tahun 2006, melakukan distribusi tertutup melalui penjatahan, peningkatan pengawasan secara ketat, dan diversifikasi bahan bakar.
"Pelaksanaan diversifikasinya berupa penyediaan infrastruktur dan peningkatan pemanfaatan bahan bakar gas dan gas cair untuk kendaraan bermotor," ujarnya.
Sementara, menurut Evita, kuota 41 juta kiloliter dengan asumsi melakukan pengaturan yakni perubahan perpres, pemakaian alat kendali, pengawasan dan koordinasi, serta volume berdasarkan usulan BPH Migas dengan memperhatikan masukan pemda dan kementerian terkait.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, pemerintah semestinya lebih berani menekan konsumsi BBM bersubsidi.
"Saya yakin pemerintah bisa ke angka 40 juta kiloliter," katanya.
Pada rapat tersebut juga disepakati subsidi bahan bakar nabati untuk biodiesel sebesar Rp2.500-Rp3.000 per liter dan bioetanol Rp3.000-Rp3.500 per liter.
Sedang, volume elpiji dalam RAPBN 2012 ditetapkan 3,6 juta ton.
Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya mengatakan, kesepakatan tersebut selanjutnya masih dibahas di Badan Anggaran.
"Ini baru pagu indikatif dan selanjutnya dibawa ke Badan Anggaran. Jadi, masih panjang," katanya.(*)
(T.K007/R010)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011