Antakya, Turki (ANTARA News) - Turki tidak akan menutup perbatasannya bagi ratusan pengungsi yang lari dari penindasan di Suriah, kata Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan Rabu, menyuarakan keprihatinannya karena meningkatnya kerusuhan di sepanjang perbatasan.
Erdogan, yang semakin kritis terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad, juga mendesak Damaskus supaya lebih toleran pada warga sipilnya.
Erdogan berbicara di Ankara sesudah sekitar 120 pengungsi Suriah menyeberangi perbatasan menuju Turki Selasa malam. 160 lainnya mengikuti pada Rabu, menjadikan jumlah penyeberang paling sedikit 550 orang selama beberapa hari belakangan ini.
Paling sedikit 5.000 pengungsi Suriah juga telah berdatangan di Lebanon utara sejak April.
Komisioner Tinggi Urusan Pengungsi PBB Antonio Guterres mengatakan eksodus tersebut "sangat memprihatinkan."
Guterres, yang berbicara di Stockholm, menekankan perlunya membantu mereka yang melarikan diri ke kedua negara tersebut.
Kelompok bantuan pengungsi Turki-Suriah mengatakan pihaknya mencatat 89 orang terluka di rumah sakit Turki sejak 20 Mei.
Kebanyakan dari kelompok-kelompok terakhir yang hendak masuk Turki telah melarikan diri dari kota Suriah barat daya Jisr al-Shughur, karena takut terjadi aksi balasan setelah para pejabat mengatakan 120 polisi tewas di sana.
Erdogan, berbicara kepada para wartawan, mengatakan bahwa tidak ada rencana untuk menghentikan aliran pengungsi yang menyeberang ke Turki selatan.
"Dalam hal ini, tak usah ditanyakan bahwa kami akan menutup pintu," kata Erdogan seperti dikutip oleh kantor berita Anatolia.
"Perkembangan di Suriah sungguh menyedihkan, kami mengikutinya dengan prihatin," tambahnya, menyatakan kembali seruannya kepada Assad supaya menerapkan reformasi yang lebih demokratis.
"Kami berharap Suriah menjadi lebih toleran kepada warga sipil dan (terlebih) langkah-langkah reformasi yang telah dijalankannya, sesegera mungkin secara lebih meyakinkan."
Namun masuknya pengungsi dalam jumlah besar telah memicu kekhawatiran diantara para pejabat Turki bahwa negara itu kemungkinan tidak dapat mengatasi, dan Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu menyatakan kepada saluran berita NTV Rabu bahwa gelombong pengungsi "sama sekali tidak diinginkan."
"Kami telah mengambil langkah-langkah yang perlu untuk berjaga-jaga di perbatasan," katanya, menambahkan bahwa kini situasinya "terkendali."
Sekitar 60 warga Suriah, kebanyakan laki-laki dewasa, menyeberang menuju Turki melewati kawat berduri di perbatasan dekat desa Guvecci di provinsi Hatay di Laut Tengah.
Pasukan keamanan Turki nampak mengawal kelompok tesebut lebih jauh ke dalam wilayah Turki, dimana dua ambulans yang siaga menunggu.
Tiga dari para pengungsi tersebut terluka, kata para penduduk desa Turki.
Mereka akan dibawa ke rumah sakit, sementara yang lain diharapkan akan dibawa ke kota tenda, yang didirikan oleh Bulan Sabit Turki, di kota dekat Yayladagi.
Kelompok kedua sekitar 100 orang, kebanyakan wanita dan anak-anak, tiba kemudian Rabu di desa Karbeyaz, 30 kilometer utara Guvecci, dan dibawa ke Yayladagi.
Kelompok 122 orang, kebanyakan wanita dan ana-anak, berhasil menyeberangi perbatasan di Karbeyaz Selasa malam, menyusul sekitar 40 orang yang tiba pada akhir pekan, salah seorang meninggal akibat luka tembak dalam perjalanan menuju rumah sakit di Turki.
April lalu, Turki juga menawarkan tempat perlindungan bagi lebih dari 200 penduduk desa yang menyeberang dengan menerobos kawat berduri perbatasan sepanjang 800 kilometer.
Erdogan, yang secara tradisional berhubungan baik dengan Assad, telah meningkatkan tekanan terhadap pemimpin Suriah itu dalam beberapa minggu belakangan ini agar memulai transisi demokratis, namun tidak menyerukan kepergiaannya.
Dewan Keamanan PBB Rabu akan mendiskusikan sebuah resolusi mengutuk penindasan mematikan pemerintah Suriah terhadap protes-protes oposisi, yang menghadapi tentangan kuat dari sekutu Damaskus, Rusia dan China.
Kelompok oposisi Suriah berkumpul di Antalya wilayah resor Turki minggu lalu untuk suatu pembicaraan yang memuncak pada tuntutan baru bagi lengsernya Assad.
Lebih dari 1.000 warga sipil telah dibunuh di Suriah dan paling sedikit 10.000 orang ditangkap dalam suatu penindasan brutal pada hampir tiap demonstrasi jalanan harian, yang membara sejak 15 Maret, kata sejumlah organisasi HAM, demikian AFP melaporkan. (ANT/K004)
Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011