Denpasar (ANTARA News) - Peserta Kongres ke-23 Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) di Denpasar, Bali, memutuskan mengganti nama dari Serikat Penerbit Suratkabar menjadi Serikat Perusahaan Pers (SPS).
"Penggantian nama tersebut sudah menjadi hasil kongres ke-23, sehingga dengan sebutan baru SPS ini akan menjadi langkah maju organisasi tersebut ke depan," kata Ketua Umum SPS Dahlan Iskan di Denpasar, Rabu malam.
Dahlan yakin SPS akan maju karena dalam kepengurusan organisasi yang baru ini akan ada bidang yang khusus menganalisis dan mempersiapkan sumber daya manusia, termasuk konsultan profesional yang mengurusi program-program kerjanya.
"Di sekretariat SPS yang baru ini tidak saja menempatkan karyawan yang mengurusi administrasi perkantoran dan keanggotaan, tetapi kami juga akan mengangkat konsultan profesional dalam pembuatan program kerja, termasuk juga mengevaluasinya," ucapnya.
Dia menjelaskan, pengangkatan konsultan ini untuk membuat program kerja dan mengevaluasi program yang dikerjakan pengurusnya sendiri.
"Dalam era globalisasi, saya sadari persaingan media cetak dengan media internet sangat ketat, maka dari itu peran konsultan di organisasi ini sangat penting. Dengan adanya seorang konsultan diharapkan nanti sekaligus mampu mengarahkan apa langkah sebaiknya media cetak agar tetap eksis," katanya.
Menurut dia, perkembangan media cetak atau suratkabar akan dapat eksis di tengah persaingan dengan media internet bila media tersebut bisa beradaptasi dengan masyarakat.
"Suratkabar yang mampu menyajikan berita-berita terkini berdasarkan kode etik jurnalistik, saya yakin akan dapat diterima warga. Artinya suratkabar tersebut pasti akan tetap eksis," ucapnya.
Pada acara penutupan Kongres SPS tersebut diserahkan "Indonesia Print Media Awards" (IPMA) 2011 kepada penerbit suratkabar, tabloid dan majalah.
Di antara yang mendapat penghargaan adalah Kompas, Seputar Indonesia, Republika, Tempo, tabloid Cantiq, dan Tribun.(*)
T020/E011
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011