Surabaya (ANTARA News) - Kolonel Laut (S) Muhamad Irvan Jumroni, terdakawa kasus pebunuhan terhadap dua orang sipil yang disidangkan pertama kali di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III Surabaya, Senin, membantah isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh Polisi Militer TNI AL (Pomal) Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Surabaya. "Sampai sekarang saya tidak pernah membaca isi BAP yang dibuat oleh Pomal itu, saya tidak tahu isinya. Pomal itu kan penegak disiplin, kenapa kok begitu," katanya ketika dimintai tanggapan oleh ketua majelis hakim Kolonel (CHK) Drs Burhan Dahlan SH, setelah pembacaan surat dakwaan oleh Oditur Militer Tinggi Kolonel (CHK) Aris Sudjarwadi. Dalam sidang pertama itu, Irvan juga membantah beberapa dakwaan, antara lain pada poin delapan dan sembilan yang berisi kronologis kejadian saat terdakwa keluar masuk ruang sidang Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo sebelum terjadinya pembunuhan. Pada poin itu terdapat dakwan bahwa Irvan mengambil pisau yang menyerupai sangkur dari dalam mobilnya atas kesadaran sendiri. Irvan menjelaskan bahwa dakwaan dengan kata-kata "atas kesadaran sendiri" itu dinlai rancu, dan dikhawatirkan masuk dalam keterangan di BAP. Padahal, ucapnya, dirinya tidak pernah memberikan keterangan kepada siapapun dengan kata-kata "atas kesadaran sendiri". Malah ia mengaku tidak tahu ketika majelis hakim menanyakan apakah diriya melakukan hal seperti dalam surat dakwaan. "Saya tidak tahu. Saya saat itu sedang melamun, saya merasa saat itu sedang apel pagi di kesatuan," ujar Irvan yang datang ke ruang sidang menggunakan seragam biru laut dengan pangkat Kolonel di pundaknya. Atas jawaban itu, Kolonel Burhan meminta Irvan agar tidak memberikan jawaban yang melebar dan dipersilahkan untuk menyusun surat bantahan itu bersama dengan penasehat hukumnya. Surat bantahan itu agar dibacakan dalam sidang selanjutnya berupa pembacaan eksepsi. "Ini kan baru sidang awal, silahkan semua keberatan itu dimusyawarahkan dengan penasehat hukum anda sepuasnya," kata ketua majelis hakim. Sidang yang dihadiri belasan perwira bagian hukum TNI AL itu, berlangsung sekitar satu jam dengan agenda tunggal pembacaan dakwaan oleh oditur militer. Pada sidang itu oditur milter membacakan dakwaan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan tim penyidik Pomal. Pada dakwaan itu diungkap bagaimana Kolonel Irvan membunuh mantan isterinya, Ny Eka Suhartini dan hakim PA Sidoarjo A Taufik, pada 21 September 2005. Dalam sidang itu, Irvan diharuskan berdiri selama pembacaan dakwaan, namun beberapa menit kemudian ia meminta ijin untuk duduk. Setelah duduk beberapa saat, Irvan kembali mendengarkan dakwaan dengan sikap berdiri. Irvan dalam sidang ini didampingi empat penasehat hukum dari TNI AL, yakni Kapten Laut (KH) Priambodo, Kapten Laut (KH) Haris Fadilah, Kapten Laut (KH) Yopi Riri dan seorang PNS TNI AL. Setelah pembacaan dakwaan, mejelis hakim menanyakan kepada penasehat hukum butuh berapa lama untuk menyusun eksepsi. Setelah meminta waktu satu minggu, mejelis hakim menolak dan hanya memberikan waktu dua hari setelah sidang pertama selesai. Namun, penasehat hukum meminta ditunda satu hari dan disetujui oleh majelis hakim bahwa sidang lanjutan dilaksanakan Kamis (19/1) mendatang. Seusai sidang, Irvan yang dikawal beberapa anggota Pomal beristirahat di salah satu ruang Dilmilti. Dari arah jendela muncul seorang wanita berambut pendek yang diduga sebagai salah satu keluarganya menemui Irvan. Tidak jelas apa yang dibicarakan, namun keduanya sempat berpelukan lewat pintu jendela. Wanita tersebut kemudian dibawa oleh seseorang yang menggunakan pakaian safari warna hitam menuju mobil. Kasus pembunuhan dengan terdakwa Kolonel Irvan yang juga Guru Militer Utama di Kodikal itu terjadi pada 21 September 2005. Saat itu berlangsung sidang pembacaan putusan perkara gono gini antara Irvan dengan Ny Eka Suhartini. Karena tidak puas atas putusan hakim mengenai kepemilikan rumah di Sidoarjo, Irvan menjadi kalap dan membunuh mantan isterinya dan seorang hakim PA, A Taufik.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006