Semarang (ANTARA News) - Sapi merupakan salah satu hewan herbivora atau pemakan tumbuhan yang banyak diternakkan. Sayangnya, ternak yang seharusnya dilepaskan bebas di padang rumput untuk mencari makanan kini justru banyak yang dibiarkan bebas mencari makanan di tumpukan sampah.
Kondisi itu terlihat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang yang berada di kawasan Kelurahan Bambankerep, Kecamatan Ngalian, Semarang, dan TPA di sejumlah kota besar lainnya.
Ribuan sapi setiap hari terlihat sibuk mencari makan di tumpukan sampah, padahal sapi-sapi tersebut tidak bisa membedakan mana makanan yang sehat untuknya ataupun yang tidak.
Semua sisa makanan yang ada dilahap sehingga sering juga sapi-sapi itu makan plastik ataupun sampah yang mengandung logam berat yang membuat daging sapi nantinya berkurang nutrisinya setelah dipotong.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah, produksi ternak sapi di provinsi setempat memang mengalami peningkatan cukup pesat sejak beberapa tahun lalu. Meski begitu peningkatan ini juga memberikan kekhawatiran terhadap keamanan pangan dari sumber daging tersebut sehingga pemantauan terhadap kualitas daging yang dihasilkan harus berjalan dengan baik.
Permasalahan keamanan pangan dari sumber daging yakni banyaknya sapi yang digembalakan di lokasi TPA yang dicurigai dagingnya terkontaminasi logam berat dari bahan yang dimakannya.
Hasil penelitian lainnya yang pernah dilakukan Universitas Diponegoro Semarang menunjukkan sapi yang makan sampah di TPA diketahui tercemar logam berat hingga melampaui ambang batas yang ditetapkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia termasuk badan kesehatan dunia.
Jenis logam berat yang terkandung dalam daging sapi yang digembalakan di TPA sampah Jatibarang tersebut adalah Mercury (Hg), Cadmium (Cd) dan Cobalt (Co).
Residu logam berat terdapat pada semua daging maupun bagian-bagiannya seperti daging bagian paha, daging bagian punggung, hati, usus, dan darah. Pencemaran produk-produk peternakan oleh logam berat dapat menimbulkan bahaya kesehatan pada manusia.
Efek gangguan logam berat terhadap kesehatan manusia tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis yang dikonsumsi.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh keracunan logam berat antara lain anemia, gangguan pada berbagai organ tubuh dan penurunan kecerdasan. Anak-anak merupakan golongan yang beresiko tinggi keracunan logam berat.
Terkait dengan hal tersebut, Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang, Ayu Entys, mengatakan Pemkot telah mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan peternak menempatkan sapi di TPA Jatibarang.
"Saya sudah mengeluarkan surat edaran untuk camat dan lurah setempat termasuk kepada peternak agar seluruh sapi yang ada dikandangkan," katanya.
Terlebih lagi di Kota Semarang, kata dia, sudah ada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner yang menyebutkan bahwa hewan harus dipelihara sesuai habitatnya.
Ia mengatakan, sapi harus dikandangkan dan dipelihara dengan diberi pakan ternak, sesuai amanat perda.
Menurut dia, beternak sapi dengan cara mengandangkannya merupakan model terbaik untuk kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat sebagai konsumennya.
"Jika masih ada sapi di tempat pembuangan sampah, tidak mengandangkan sapi, itu artinya tidak menuruti aturan yang berlaku atau melanggar perda," ujarnya.
Ia mengatakan, kawasan Jatibarang sebenarnya sentra ternak sapi karena banyak pakan ternak. Akan tetapi, katanya, para peternak di daerah tersebut beralasan bahwa sebagian sapi itu hanya dititipi dan bukan menjadi miliknya.
"Sebenarnya di sekitar TPA Jatibarang sudah ada kandang sapi. Jadi begitu sapi masuk kandang, seharusnya tidak dibiarkan lagi. Akan tetapi begitu masuk kandang juga harus dipelihara dengan diberi makan," katanya.
Terkait dengan larangan pemerintah tersebut, sejumlah peternak beralasan lahan rumput di Kota Semarang semakin susah, sehingga mereka menggembalakan sapi-sapi di lahan sampah yang luasnya mencapai puluhan hektar.
Imbauan Pemkot setempat untuk mengandangkan sapi-sapi tersebut sepertinya tidak dihiraukan para peternak yang sebagian besar warga yang bertempat tinggal di sekitar TPA Jatibarang.
"Kami merasa keberatan kalau seluruh sapi yang jumlahnya mencapai ribuan ini dilarang digembalakan di TPA Jatibarang karena para peternak kesulitan dalam mencari pakannya," kata salah seorang peternak sapi di TPA Jatibarang, Agus (32).
Ia mengaku sudah menggembalakan lima sapinya di kawasan itu selama bertahun-tahun dan sapi-sapi yang digembalakannya tidak pernah sakit meskipun memakan sayur dan buah-buahan yang bercampur dengan sampah lainnya.
"Sapi-sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang jarang ada yang sakit, namun belakangan ini banyak sapi yang mati akibat kekurangan pakan setelah beroperasinya perusahaan pengolah sampah PT Narpati," kata Agus yang juga pemulung di TPA terbesar di Kota Semarang tersebut.
Ketika disinggung mengenai hasil penelitian yang mengungkap bahwa daging sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang mengandung logam berat seperti merkuri dan timbal yang melebihi batas yang ditentukan, Agus mengaku, tidak mengetahui hal tersebut.
Ia juga tidak bersedia menyebutkan di daerah mana dirinya dan peternak lainnya menjual sapi yang digembalakan di TPA Jatibarang.
Keberatan terhadap larangan penggembalaan sapi di TPA Jatibarang juga diungkapkan oleh peternak lain Nawawi (45) yang ditemui di kawasan pembuangan sampah terbesar di Kota Semarang itu.
"Jika pemerintah melarang kami menggembalakan sapi di TPA Jatibarang maka harus mencarikan tempat relokasi dan menjamin ketersediaan pakan ternak kami," katanya.
Dalam hal ini, Pemkot Semarang melalui sejumlah instansi terkait diharapkan lebih memperhatikan masalah ini dengan serius untuk memberikan produk terbaik bagi masyarakat selaku konsumen yang berhak mendapat perlindungan kesehatan.
(KR-WSN/H-KWR)
Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011