Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR, Eva Yuliana, memandang perlu dipertimbangkan penerapan hukuman mati bagi pelaku aksi terorisme yang tergolong berat dan berdampak besar merugikan bangsa serta negara.
"Apakah harus dihukum mati atau tidak, menurut saya, tindakan terorismenya itu harus kita lihat kembali. Kalau memang itu tindakan berat dan akan membawa dampak yang lebih besar, saya rasa hukuman mati itu perlu dipertimbangkan untuk dilakukan," ujar dia.
Ia mengemukakan hal itu saat menjadi narasumber dalam podcast bertajuk "Bicara Eksekusi Mati Terpidana Terorisme" yang diunggah di saluran YouTube Humas BNPT dipantau dari Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Aman Abdurrahman divonis hukuman mati
Sebaliknya, kata dia, apabila aksi terorisme belum dikategorikan berat dan berdampak besar, hukuman mati diharapkan tidak diberlakukan. "Jadi, tergantung dari seberapa besar atau seberapa berat tindakan terorisme yang sudah dilakukan," ucap dia.
Kemudian dia pun menyampaikan penilaian terhadap program-program Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam mencegah dan mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Sebagai lembaga pemerintah non kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penanggulangan terorisme, dia menilai program-program BNPT berada pada poin 7 dari rentang 1 sampai 10.
Baca juga: Prasetyo: Eksekusi mati terorisme tunggu waktu tepat
"Nilai program-program BNPT 7 karena kalau saya jawab 9 atau 10 tidak ada upaya BNPT untuk memperbaikinya lagi," kata dia.
Nilai tersebut, lanjut dia, juga menjadi wujud harapannya terhadap BNPT agar senantiasa memperbaiki kinerja, terutama terkait rumusan program-program pencegahan dan penanggulangan terorisme di Tanah Air.
Meskipun begitu, ke depannya, ia merasa yakin bahwa BNPT akan mampu meraih nilai 9, bahkan nilai sempurna. Selain itu dia pun menilai baik kinerja BNPT dalam deradikalisasi.
Baca juga: Teroris JAD Kalimantan Tengah rencanakan pembelian senjata
Sejauh ini, ia melihat Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar, kerap terjun langsung, seperti ke pesantren yang dianggap masyarakat menjadi pusat pemaparan radikalisme serta terorisme.
Tidak hanya itu, kata Yuliana, BNPT juga aktif membina langsung eks narapidana radikalisme serta terorisme sebagai wujud upaya deradikalisasi.
"Artinya, saya melihat ini adalah upaya merawat komunikasi dengan saudara-saudara kita yang telah insaf dan berkomunikasi serta bersilaturahmi kepada tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan negara melalui BNPT bisa menjaga dan menyampaikan Indonesia harmoni kepada seluruh lapisan masyarakat, seperti bahasa Pak Boy," kata dia.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022