Yogyakarta (ANTARA News) - Kelompok "Animal Friends Jogja", menggelar aksi menentang rencana Universitas Gadjah Mada membuat kolam penelitian lumba-lumba dan mendesak perguruan tinggi tersebut untuk membatalkan rencananya.
"Animal Friends Jogja (AFJ) dan masyarakat peduli satwa menggelar aksi untuk menyatakan keberatan dan mendesak pembatalan, terkait dengan rencana pembangunan kolam penelitian lumba-lumba di Universitas Gadjah Mada (UGM)," kata Koordinator Aksi Angelina Pane di sela-sela aksi yang digelar di Bundaran UGM Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, lumba-lumba adalah mamalia laut yang memiliki kecerdasan tinggi, yang memperlihatkan keahlian dan kesadaran akan diri yang semula diklaim hanya dimiliki oleh manusia.
Ia melanjutkan, penemuan-penemuan dari studi perilaku menunjukkan bahwa pertunjukan lumba-lumba, fasilitas terapi kesehatan dengan bantuan lumba-lumba dan bentuk-bentuk pengurungan lain secara psikologis berbahaya bagi lumba-lumba, dan memberikan informasi yang keliru tentang gambaran kapasitas intelektual mereka.
"Lumba-lumba dapat menjelajah puluhan kilometer (km) dalam gerak lurus setiap hari," ucapnya.
Saat hidup di lautan lepas, lanjut dia, lumba-lumba menggunakan navigasi sonar yang tidak hanya membuat mereka dapat mengetahui jarak, tetapi juga dimensi dan mendeteksi obyek-obyek di sekitarnya baik makhluk hidup maupun benda mati.
Pancaran sonar lumba-lumba mampu mencapai radius yang luas, sehingga saat berada dalam kurungan dinding-dinding kolam, pancaran sonar akan memantul kembali dengan cepat yang dapat menimbulkan stress pada lumba-lumba.
"Kehidupan di dalam kolam pemeliharaan tentu jauh berbeda, mereka dipaksakan hidup di area yang sangat terbatas tanpa akses ke kebutuhan alamiahnya, yang mengakibatkan stress, kebosanan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh," paparnya.
Dari penelitian ilmiah tentang tingkat kepekaan lumba-lumba, diketahui bahwa mamalia itu sangat rentan terhadap trauma dan penderitaan ketika dipaksa hidup terkungkung.
"Mengambil lumba-lumba dari habitatnya dan menempatkan mereka dalam kurungan adalah kekejaman karena melibatkan berbagai perlakuan yang tidak semestinya terhadap satwa dengan risiko-risiko fatal yang dapat mengakibatkan kematian," ujarnya.
Ia menegaskan, penelitian untuk mendapatkan data-data valid mengenai lumba-lumba seharusnya dilakukan di alam bebas, dengan metode-metode yang mengedepankan hak satwa dan perlakuan yang beretika terhadap satwa yang bersangkutan.
"Karenanya, kami menyatakan bahwa melakukan penelitian di alam atau habitat alami jauh lebih bermanfaat bagi perlindungan, pelestarian dan kesejahteraan satwa yang bersangkutan," ucapnya, menegaskan.
Ia mengatakan, UGM telah menandatangani perjanjian dengan PT Wersut Seguni Indonesia dari Kendal, Jawa Tengah, September 2010 yang memiliki fasilitas rekreasi dengan sirkus lumba-lumba dan rencananya, pembangunan kolam ada di kawasan Fakultas Kedokteran Hewan.
Sementara itu, Kepala Humas dan Protokoler UGM Suryo Baskoro mengatakan, penelitian akademis tentang lumba-lumba penting bagi masyarakat namun harus memerhatikan berbagai pertimbangan, sehingga pembangunan kolam penelitian lumba-lumba sudah diputuskan untuk ditunda.
"Kami sudah memutuskan pembangunan kolam penelitian lumba-lumba ditunda," katanya.
(E013/C004)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011