wilayah Jakarta Utara adalah kawasan resapan air yang semestinya dilancarkan alirannya ke laut
Jakarta (ANTARA) - Peristiwa banjir pesisir atau rob di pesisir DKI Jakarta menjadi perhatian masyarakat sepanjang 2021.
Persoalan yang kerap menimpa warga di pesisir Utara Jakarta ini memang sudah terjadi bertahun-tahun padahal berbagai solusi sudah digelontorkan namun tetap saja banjir rob masih terjadi.
Berbagai langkah dan upaya untuk mengantisipasi masalah yang menimpa Ibu Kota, akibat dari perubahan iklim dan pemanasan global tersebut, sampai kini masih menjadi pembahasan publik.
Sejak pernyataan Presiden Amerika Serikat Joe Biden soal prediksi Jakarta akan tenggelam, maka rob ke depannya tidak bisa lagi dianggap sepele.
Sepanjang 2021, beberapa kali Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengeluarkan peringatan dini tentang potensi rob di sepanjang pesisir DKI Jakarta. Dan tiga peringatan dini di antaranya benar-benar terjadi pada Mei, November, dan Desember.
Penyebabnya bermacam-macam, dari mulai gerhana bulan total perigi pada Mei, curah hujan yang tinggi pada September-November dan fase gelombang pasang pada Desember.
Ada juga penyebab lain seperti meningkatnya suhu global dan lapisan es yang mencair.
Meski banjir rob sudah menjadi agenda tahunan di pesisir Jakarta, tapi tahun 2021 lebih gawat dari tahun-tahun sebelumnya.
Terutama menjelang akhir tahun 2021, fenomena banjir pesisir atau rob bisa sampai menghambat aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa karena ketinggian genangan mencapai 40-50 sentimeter.
Ketinggian air di luar normal tersebut mulai terjadi sejak 3 Desember pukul 08.00 WIB, dan terus bertambah lagi esok hari.
Selain itu, di Jalan Lodan Raya, tepat di depan gerbang Pelabuhan Sunda Kelapa, sejumlah pengendara sepeda motor terpaksa menerabas genangan demi bisa mencapai tujuan.
Beberapa di antaranya, bahkan harus merasakan dampak mogok usai menerabas genangan di Jalan Lodan Raya.
Di Muara Angke, sebanyak 300 Kepala Keluarga penghuni enam Rukun Tetangga di Rukun Warga 022 Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara menjadi korban, tapi tidak berminat mengungsi.
Pada 6 Desember, area pedestrian dan jalan di pantai indah Taman Impian Jaya Ancol juga terkena dampak rob hingga menyebabkan kebocoran dinding pembatas kawasan rekreasi di Pademangan, Jakarta Utara itu.
Kebocoran dinding pembatas itu menyebabkan air laut naik ke darat hingga menimbulkan genangan 15-20 sentimeter.
Adapun panjang kebocoran dinding berkisar sekitar lima meter.
Namun petugas Taman Impian Jaya Ancol dan petugas Kelurahan Ancol sigap menutup kebocoran tersebut dengan karung pasir sehingga genangan pun bisa diatasi setelah air laut surut.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menjelaskan penyebab rob atau banjir pesisir menggenangi kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol, karena titik daratan yang rendah.
Demikian pula menurut Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Putu Kholis Aryana, yang wilayah hukumnya jadi langganan banjir, peristiwa rob murni karena faktor alam.
Meskipun kebijakan yang dibuat pemerintah sejauh ini, mulai dari gerebek lumpur di daerah tangkapan air, memfungsikan mesin pompa, evakuasi warga terdampak, hingga pembuatan tanggul mandiri dengan karung pasir seadanya dinilai belum cukup efektif.
Bisa tenggelam
Sebagian besar wilayah utara cekungan air tanah (CAT) Jakarta terus mengalami penurunan hingga saat ini. Angka paling tinggi yang pernah diukur dengan alat GPS Geodetik berkisar 12 sentimeter per tahun di daerah Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Permukaan tanah Jakarta diprediksi akan turun lima hingga enam sentimeter hingga tahun 2100 jika air tanah diekstraksi secara terus-menerus.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut pengendalian penggunaan air tanah diperlukan di Jakarta demi mengantisipasi penurunan muka tanah.
"Perlu ada pengendalian, tidak ada larangan. Semuanya diatur kebutuhan air tanah, agar semuanya bisa memenuhi. Juga hotel, apartemen, perkantoran, diatur kebutuhan air tanahnya," kata Riza.
Data terakhir pada 2019 menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih di Jakarta diperkirakan mencapai 846 juta meter kubik per tahun, sedangkan layanan air PDAM Jakarta hanya mencapai sekitar 62 persen, sehingga sisa kebutuhan air bersih dipenuhi dari pengambilan air tanah.
Pengambilan air tanah ini diduga meningkat karena area perkantoran, perbelanjaan, serta pemukiman horizontal di Jakarta Utara banyak yang 'nakal' dan tetap menggunakan air tanah.
Sampai saat ini, kata Riza, sanksi tegas apa yang akan diberikan jika pemilik hotel, perkantoran dan mal yang masih menggunakan air bersih dari tanah di pesisir Jakarta masih belum jelas.
Sebab, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan masih berlaku untuk penggunaan air tanah sehingga penggunaan air tanah sah-sah saja.
Hanya tinggal membayar pajak, jika ingin memanfaatkan air tanah di luar sektor komersial.
Beban bangunan horizontal di wilayah utara Jakarta juga mempengaruhi kecepatan penurunan muka tanah.
Beban bangunan harusnya berada di atas batuan keras, baik gedung, jalan, jembatan atau lainnya. Tapi secara geologi wilayah Jakarta Utara tersusun dari batuan aluvium yang usianya relatif muda, belum terkonsolidasi sempurna.
Kondisi lahan di Jakarta Utara juga sudah jenuh. Satu meter lebih sedikit saja menggali, itu sudah ketemu air tanah.
Artinya, wilayah Jakarta Utara adalah kawasan resapan air yang semestinya dilancarkan alirannya ke laut, bukan ditangkap dengan betonisasi bangunan yang membuat pengikisan permukaan tanah.
Rencana relokasi penduduk yang bermukim di wilayah pesisir hendaknya menyasar bangunan-bangunan seperti itu. Di samping senantiasa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mitigasi bencana yang mumpuni.
Yang tidak boleh dilupakan adalah membangun kesiapsiagaan masyarakat untuk senantiasa waspada terhadap terhadap "alarm" yang diberikan oleh alam.
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021