Jakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum Indah Harini yang tergabung pada pada kantor Hukum Mastermind & Associates menyampaikan hak jawab atas pemberitaan Antaranews.com berjudul "Pengamat hukum sebut kasus Indah Harini dapat disebut penggelapan".
"Berita yang dipublikasikan pada Selasa (28/12) 2021 tidak memuat judul dan narasi yang berimbang," kata Managing Partner Mastermind & Associates Henri Kusuma di Jakarta, Jumat.
Dalam lembaran hak jawab yang dikirimkannnya, disebutkan bahwa pihaknya menggarisbawahi penggunaan kata "dapat disebut penggelapan". Padahal, belum ada putusan dari pengadilan terkait penetapan tersangka kliennya oleh Polda Metro Jaya.
Melalui surat tersebut, Henri menjawab terkait tiga hal yang dikomentari oleh Rinto Wardana sebagaimana yang dimuat dalam artikel tersebut yakni itikad baik klien, tuduhan penggelapan dan tuduhan tindak pidana pencucian uang.
Pertama, mengenai itikad baik, perlu digarisbawahi, kata Henri, meskipun kliennya telah beritikad baik dengan menanyakan berkali-kali transfer dana ke rekening valas kliennya di BRI, yang selalu dijawab tidak ada masalah dari pihak BRI.
"Klien kami justru dilaporkan oleh Muhamad Rafki Rosyaf yang mewakili pihak PT Bank Rakyat Indonesia Tbk," ujarnya.
Bersama surat tersebut, tim kuasa hukum Indah Harini bermaksud menggunakan hak jawab dan hak koreksi terkait berita yang telah dimuat.
Baca juga: Pengamat hukum sebut kasus Indah Harini dapat disebut penggelapan
Kronologinya, lanjut dia, setelah kembali ke Indonesia dari Edinburgh, United Kingdom (UK) terdapat transfer masuk ke rekening tabungan valas GBP milik kliennya di BRI yakni pada 25 November 2019 dalam tiga kali transaksi.
Selanjutnya, pada 10 Desember 2019 terdapat empat kali transaksi dan 16 Desember 2019 terdapat transfer dua kali transaksi.
Sebagaimana keterangan tersebut, ia mengatakan bahwa kliennya memiliki itikad baik. Hal tersebut didukung oleh beberapa fakta. Pertama, pada 3 Desember 2019 Indah Harini mendatangi kantor BRI untuk menanyakan perihal transfer atau dana masuk yang terdapat keterangan invalid credit account currency.
Selanjutnya, customer service membuat laporan ke Divisi Pelayanan dan kemudian memberikan trouble tiket dengan nomor TTB 25752980 sebagai bukti pelaporan. Kemudian, pada 10 Desember dan 16 Desember 2019, Indah Harini menanyakan
ke customer service BRI untuk kembali menanyakan perihal dana masuk yang kemudian dijawab oleh customer service BRI.
Setelah mengecek komputernya, menyatakan "tidak ada keterangan dan klaim dari divisi lain berarti itu memang uang masuk ke rekening Anda".
"Dengan demikian, sudah terjadi pelepasan hak sebagaimana disebut dalam Pasal 1 poin 1 dan Pasal 1 poin 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Seterusnya, trouble ticket nomor TTB 25752980 telah ditutup pada Maret 2020.
"Terkait kasus ini, terdapat keterangan invalid credit account currency yang berarti telah diketahui terjadinya kekeliruan tersebut," kata dia.
Ia mengatakan setelah kliennya melapor ke BRI selama kurang lebih 11 bulan yakni sejak 1 Desember 2019 sampai dengan 6 Oktober 2020, tidak terdapat klaim dari BRI.
Pihaknya merasa ada kejanggalan karena setelah berjalan kurang lebih 11 bulan baru pada 6 Oktober 2020 accout officer BRI yang biasa melayani kliennya sebagai nasabah prioritas.
Telah terjadi kekeliruan dalam transaksi tabungan valas sebesar GBP 1,714,842.00 yang diterima pada kurun waktu 25 November hingga 15 Desember 2019.
Ia juga merasa ada kejanggalan ketika BRI menghubungi kliennya tanpa surat resmi dan hanya menyodorkan dua lembar kertas HVS kosong lalu meminta kliennya menulis kesanggupan untuk mengembalikan dana yang sudah masuk.
Terkait komentar Rinto Wardana, Henri Kusuma menyatakan Pasal 372 KUHP memiliki unsur barang siapa mengambil suatu benda sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain dengan cara melawan hukum dan benda yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan.
"Bahwa unsur kepunyaan orang lain tidak terpenuhi. Dana ini milik siapa? Jika memang ada kesalahan. Di satu sisi BRI telah menyatakan bahwa dana tersebut memang milik klien kami," ujar Henri
Bahkan, lanjut dia, kliennya selalu meminta bukti kesalahan transfer jika memang ada kesalahan transfer namun tidak pernah diberikan pihak BRI.
Terakhir, terkait tuduhan pencucian uang, berdasarkan Pasal 1 poin 15 Jo Pasal 10, Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), bahwa terduga harus ada permufakatan jahat antara pengirim dan klien.
Sementara, lanjutnya, kliennya tidak ada permufakatan jahat dengan pihak manapun. Ia berharap penjelasan tertulis tersebut dapat segera ditayangkan sebagai bagian dari hak jawab dan hak koreksi untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021