Dari sisi APBN kita mengharapkan defisitnya jauh lebih kecil. Dalam APBN 5,7 persen dari PDB, sekarang kita turunkan menjadi sekitar 5 persen
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan momentum pemulihan ekonomi yang terus terakselerasi, mendorong defisit APBN tahun ini berpotensi hanya akan mencapai sekitar 5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka tersebut jauh lebih rendah dari target APBN 2021 sebesar 5,7 persen dari PDB.
“Dari sisi APBN kita mengharapkan defisitnya jauh lebih kecil. Dalam APBN 5,7 persen dari PDB, sekarang kita turunkan menjadi sekitar 5 persen. Dalam dua hari ke depan kita akan melihat angka finalnya,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Dialog Khusus TVRI Refleksi Akhir Tahun di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani menyebutkan pemulihan ekonomi yang telah berjalan cukup cepat tercermin dari pendapatan negara per November yang meningkat cukup tajam yaitu 19,4 persen dengan penerimaan bea dan cukai di atas 25 persen serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di atas 26 persen.
Terlebih lagi ia menuturkan seluruh penerimaan melewati target dalam APBN dalam posisi pekan ketiga Desember 2021 dan belanja yang tetap fokus pada aspek-aspek paling penting sehingga tetap terjaga keseimbangannya.
Penerimaan negara yang melonjak tinggi salah satunya didorong oleh komoditas yang mengalami kenaikan harga atau commodity boom yaitu negara maju mengalami pemulihan ekonomi sehingga kebutuhan bahan-bahan mengalami lonjakan.
Baca juga: Sri Mulyani: Defisit APBN November 2021 turun, menjadi Rp611 triliun
“Ini memberikan tambahan pendapat bagi pajak, bea keluar atau PNBP berupa royalti,” ujar Sri Mulyani.
Tak hanya itu, pemulihan ekonomi yang terakselerasi tidak hanya mendorong defisit APBN mengecil melainkan juga jumlah surat utang yang seharusnya di keluarkan tahun ini turut menurun lebih dari Rp300 triliun.
Sementara untuk 2022, Sri Mulyani mengatakan defisit APBN juga berpotensi terealisasi di bawah yang telah dirancang sebesar 4,8 persen dari PDB, karena telah memiliki basis kuat pada 2021.
Menurutnya, pendapatan negara yang kuat pada 2021 sekaligus masih adanya commodity boom dan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan menjadi pendorong penerimaan tahun depan.
Meski demikian ia memastikan pemerintah akan tetap waspada pada tahun depan mengingat COVID-19 masih ada dan masyarakat masih membutuhkan stimulus termasuk booster vaksinasi.
“Perdagangan internasional tetap akan kuat tapi tidak akan sekuat 2021. Di sisi lain juga di negara maju terjadi inflasi tinggi dan suku bunga naik sehingga berdampak pada APBN kita dalam bentuk nilai tukar atau suku bunga meningkat,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan defisit APBN 2021 bisa capai 5,1 persen PDB
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021