Denpasar (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Bali Ni Luh Gede Sukardiasih mengatakan kehadiran tim pendamping keluarga di setiap desa akan membantu mencegah masalah stunting (kekerdilan) pada anak-anak.
"Tim pendamping keluarga ini terdiri atas bidan, kader PKK dan kader KB. Mereka sudah mendapatkan pelatihan mulai November lalu," kata Sukardiasih di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, tim pendamping keluarga (TPK) tersebut akan melakukan intervensi pencegahan kekerdilan mulai dari remaja yang berisiko kerdil, calon pengantin, ibu hamil, ibu yang melahirkan, dan balita.
Baca juga: Gubernur Bali ajak BKKBN sinergi berantas stunting
"Meskipun angka kekerdilan di Bali 14 persen itu masih di bawah yang ditetapkan WHO 20 persen, kita tetap harus waspada, jangan sampai meningkat," ucap mantan Wakil Direktur RS Tabanan Bidang Pelayanan dan Pengendalian Mutu itu.
Sukardiasih menambahkan dengan adanya TPK yang dijadwalkan "tancap gas" mulai 2022, bagi calon pengantin bisa melapor ke desa setidaknya tiga bulan sebelum hari pernikahan.
"Nanti TPK yang akan melakukan pembekalan. Misalnya, jika ditemukan calon pengantin dengan ukuran lingkar lengan kecil, mereka akan diberikan pendampingan gizi dan diberikan vitamin. Jika mengalami anemia, akan diberikan tablet penambah darah," ujarnya.
Calon pengantin dengan kondisi kesehatan yang belum pas untuk hamil, mereka tetap boleh hamil, tetapi disarankan jangan hamil dulu sampai diyakini kondisinya benar-benar sehat.
Sementara itu, jika ditemukan ada pra-keluarga sejahtera akan dikoordinasikan ke Dinas Sosial dan kalau akses air bersihnya kurang, nanti dikoordinasikan dengan Dinas Pekerjaan Umum. "Jadi, keterlibatan lintas sektor, semua berkolaborasi," ucapnya.
Baca juga: Putri Koster ajak masyarakat Bali bersinergi perangi stunting
Baca juga: Ma'ruf Amin targetkan angka anak kerdil turun hingga tujuh persen
Sukardiasih mengatakan tim pendamping keluarga tidak hanya memberikan pendampingan kesehatan reproduksi kepada calon pengantin, sekaligus mengenai kesehatan mental.
"Dengan demikian, mereka akan benar-benar siap untuk menikah. Jangan sampai, baru menikah sebulan dua bulan lalu terjadi kekerasan dalam rumah tangga karena mereka belum siap mental," ujar wanita yang mengawali karir sebagai dokter Puskesmas di Timor Leste itu.
Melalui berbagai upaya pencegahan kekerdilan dengan melibatkan tim pendamping keluarga dan instansi lintas sektor, diharapkan generasi muda Bali pada 2045 adalah mereka yang sehat dan berkualitas.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021