Jakarta (ANTARA News) - Komisi I DPR RI mengingatkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar tidak melanggar Undang-Undang (UU) dan segera mengeluarkan "legal opinion" atau pendapat hukum terkait rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang juga memiliki SCTV.

"Sikap KPI yang tidak tegas, tidak konsisten dengan UU, dan belakangan cenderung berubah-ubah, diduga sudah masuk angin. Biasanya, kebijakan sebuah lembaga kalau sudah masuk angin itu seperti itu, selalu tidak jelas. Maka patut diduga KPI juga demikian," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Effendy Choirie di Jakarta, Jumat.

Effendy Choirie yang sering disapa Gus Choi mengatakan, apapun alasan, KPI tidak bisa sembarangan mengeluarkan kebijakan, karena semuanya harus mengacu pada UU.

Ia menyebutkan, akuisisi Indosiar oleh PT EMTK, KPI harus mengacu pada UU 32/2002 tentang Penyiaran.

"KPI tidak bisa bermain-main dengan UU. Kami akan mempertanyakan sikap mereka dalam rapat kerja nanti. Ini masalah serius, karena kalau akuisisi itu terjadi, berarti KPI telah dengan sengaja membiarkan pelanggaran UU," ujarnya.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Teguh Juwarno juga mempertanyakan sikap KPI jika berubah dalam kasus akuisisi Indosiar.

Ia bahkan meminta KPI menjelaskan ke publik terkait perkembangan rencana akuisisi itu. Jika tidak, kredibilitas KPI dipertaruhkan. Sama seperti Effendy, Teguh yang juga Wakil Sekjen PAN ini menegaskan akan meminta klarifikasi KPI terkait masalah tersebut.

Komisi I DPR RI juga mempertanyakan konsistensi KPI terkait akuisisi tersebut karena hingga kini lembaga itu belum mengeluarkan pendapat hukum.

Sementara itu, Komisioner KPI Muhammad Riyanto menegaskan, akuisisi Indosiar itu tidak boleh terjadi, karena melanggar UU Penyiaran.

"Ya, kami tetap mengarahnya kepada apa yang dikatakan oleh PP 50/ 2005 dan UU Penyiaran. Kan kepemilikan itu dibatasi. Pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran itu tidak boleh lebih," katanya.

Pasal 31 PP 50/2005 dijelaskan bahwa pemusatan televisi oleh satu orang dan satu badan hukum hanya diperkenankan terhadap paling banyak dua lembaga penyiaran dalam wilayah provinsi yang berbeda.

"Tidak boleh lari dari koridor UU. Dua lembaga penyiaran di satu provinsi dimiliki oleh satu perusahaan yang sama, itu sangat tidak boleh. Tidak boleh saling menguasai. Boleh dua, tapi dalam provinsi yang berbeda. Itu substansi dari legal opinion kami. Jadi kalau dari sisi pelanggaran tetap ada," kata Riyanto.

Hasil kajian KPI, kata Riyanto, akan diberikan kepada otoritas terkait, yakni Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Sebelumnya, pimpinan DPR DPR RI pun mendukung langkah KPI mengeluarkan legal opinion. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Jakarta, Rabu (4/5), mengatakan, sikap KPI mengeluarkan legal opinion terkait kasus akuisisi Indosiar oleh PT EMTK patut didukung, karena sesuai dengan amanat UU Penyiaran.

"Kita mendukung keputusan KPI yang menjalankan amanat atau perintah UU, bahwa tidak boleh ada pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran,” katanya.(*)
(Zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011