Jakarta (ANTARA News) - Baju lazimnya dibuat dari bahan kain yang berasal dari benang, tapi gaun pengantin ini berbeda dari gaun lainnya yang biasanya terbuat dari sutra, satin dan renda sebagai bahan utama.
Dilihat dari jauh memang cantik dan tidak beda dari gaun pengantin berwarna putih yang biasa digunakan mempelai Eropa, tapi ternyata bahan yang digunakan tidak biasa, yaitu limbah plastik.
Tidak hanya gaun yang terbuat dari plastik, sebagai tanda "ikrar cinta" untuk alam, jas pengantin pria juga menggunakan material yang sama. Warna putih mengisyaratkan sebuah moment sakral yang akan dilewati sepasang anak manusia.
Baju pengantin itu terpajang di stand Pertamina pada Pekan Lingkungan Indonesia 2011 yang digelar sejak Rabu-Minggu (1-5/6) dalam rangkaian Hari Lingkungan Hidup sedunia. Lokasi PLI kali ini berada di ruang terbuka yaitu di Parkir Timur Senayan Jakarta.
Sepasang baju pengantin dari limbah plastik itu adalah karya Erni Suhaina Ilham Fadzry yang dikerjakan bersama peserta pada lembaga kursus dan pelatihan LKP Bu Endang yang dipimpinnya.
Ide membuat gaun pengantin dari limbah plastik itu berawal dari keprihatinannya terhadap sampah yang terbuang dan mengganggu lingkungan di sekitar tempat tinggalnya di Cilacap, Jawa Tengah.
"Saya berpikir apa yang bisa kita perbuat. Karena saya suka bidang keterampilan saya mencoba memanfaatkan sampah, dan saya mengajarkan masyarakat untuk melakukan yang gampang dari sampah seperti membuat bunga," katanya.
Awal mula tercetus membuat gaun pengantin dari limbah plastik saat seorang peserta pelatihannya merencanakan pernikahan. Berawal dari bincang-bincang iseng terbentuklah sebuah ide konsep pernikahan menggunakan limbah.
Bukan hanya iseng memanfaatkan limbah yang terpikir oleh Erni, tapi ia membuat momen itu untuk kampanye dan mengajak masyarakat menyelamatkan lingkungan dengan memanfaatkan sampah.
"Saya pikir program penyelamatan lingkungan yang paling penting adalah partisipasi masyarakat, karena apapun program yang diluncurkan pemerintah kalau masyarakat tidak mau percuma saja. Akhirnya pendekatan yang saya gunakan adalah bagaimana masyarakat itu mau melakukan sesuatu untuk pemanfaatan limbah," ujar ibu dari tiga putra itu.
Raih rekor MURI
Sasaran dari proyek "gaun pengantin sampah" itu adalah kaum perempuan karena mereka yang paling banyak membuang sampah plastik. Kaum hawa yang kodratnya menyukai keindahan dan kecantikan menjadi target utamanya sehingga terlaksanalah pelatihan membuat bunga.
Menurut Erni, tidak mudah mengajak masyarakat untuk mengubah kebiasaan mengelola limbah. Maka dilakukan sosialisasi ke masyarakat bahwa lembaga pelatihannya mempunyai pelatihan pemanfaatan limbah secara gratis.
"Mereka hanya membayar dengan limbah, dianjurkan sebanyak-banyaknya membawa limbah dari rumah. Limbah-limbah itu saya masukkan ke `dropping centre` di rumah saya untuk dipilah," tambahnya.
Diakuinya membuat sepasang gaun pengantin dari limbah plastik itu tidak memakan waktu lama karena melibatkan banyak orang termasuk anak-anak di pendidikan usia dini (PAUD) untuk membuat hal-hal sederhana seperti bunga.
Hanya dalam waktu seminggu gaun pengantin bisa diselesaikan. Pelibatan anak-anak PAUD juga sebagai bentuk pendidikan dini bagi mereka untuk mencintai dan menyelamatkan lingkungan.
Sekitar 500 warga ikut terlibat dalam pembuatan gaun pengantin sampah itu. Erni mengaku terkejut dan senang dengan antusias warga yang terlibat dalam proyek tersebut bahkan masing-masing membuat baju dari limbah plastik.
Usaha kerasnya berbuah manis ketika meraih tiga penghargaan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) pada 2010, yaitu untuk pemrakarsa yang diraih Pertamina sebagai pembina dan lembaga kursus Bu Nandang sebagai pelaksana, serta untuk pengantinnya yang menggunakan tema unik.
Pernikahan Ema dan Adi bisa dikatakan unik karena semuanya menggunakan limbah mulai dari souvenir yang terbuat dari keping CD bekas yang ditaburi pasir laut dan dipermanis kerang-kerang sebagai limbah alam.
Undangan pernikahan juga memanfaatkan botol bekas atau limbah kaca, hingga tempat uang yang menggunakan mesin cuci bekas. Sedangkan sepasang gaun pengantin itu dibuat dari sekitar 1.000 plastik kresek.
Sementara buku tamu diganti spanduk sepanjang 15 meter dimana semua masyarakat menulis ikrar cinta untuk alam.
Program 3R
Dari misi awal sebagai kampanye penyelamatan lingkungan, saat ini mulai menuju ke usaha produktif sehingga mendapat "poin plus" dari hanya menyelamatkan lingkungan juga mendapatkan uang.
Program penyelamatan lingkungan dengan memanfaatkan limbah yang digagas Erni mulai disambut baik masyarakat terbukti dari banyaknya partisipasi termasuk dari sekolah-sekolah.
Selain mendapat Rekor MURI, kelurahan tempat tinggalnya menjadi pemenang tingkat provinsi dan juara dua nasional untuk lingkungan bersih dan sehat.
Capaian terpenting dari program pemanfaatan limbah tersebut adalah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah sangat berubah.
Kementerian Lingkungan Hidup menjabarkan terdapat tiga hal pokok permasalahan lingkungan perkotaan yang dihadapi Indonesia, pertama kualitas lingkungan hidup yang cenderung menurun, masalah kebersihan, ruang terbuka hijau, serta pencemaran air dan udara, termasuk di dalamnya isu perubahan iklim.
Untuk itu Kementerian Lingkungan Hidup menambah kriteria aspek lingkungan hidup program Adipura, yang salah satunya adalah terkait soal pengelolaan sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup juga tengah menggalakkan Program 3R yaitu reduce atau mengurangi sampah, reuse yaitu menggunakan kembali, dan recycle atau mendaur ulang sampah.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, kegiatan 3R selain menyelamatkan lingkungan juga sangat membantu perekonomian sebab dapat menghasilkan uang dari daur ulang sampah
"Ada dua keuntungan kegiatan daur ulang sampah selain membersihkan lingkungan sangat membantu ibu-ibu rumah tangga menjadi kreatif," kata Gusti Muhammad Hatta.
Program 3R adalah salah satu solusi mengurangi sampah dan limbah seperti yang dilakukan Erni, menjadi kreatif sekaligus sebagai tanda "ikrar cinta" untuk alam, mencintai alam dan dengan menyelamatkan lingkungan.
(D016/S019)
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011