Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengaku kembali terusik dengan pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsudin yang ditudingnya berusaha mengecilkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan membesarkan dirinya.

"Din sering menarik semua persoalan ke SBY. Dari mulai kasus Cikeusik sampai soal Nazaruddin, Din cenderung mempersoalkan SBY," katanya di Jakarta, Jumat.

Dipo Alam jengah atas pernyataan Din di Surabaya baru-baru ini yang menyebutkan kasus suap yang melibatkan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin membuktikan kegagalan pemberantasan korupsi.

"Saat mencalonkan diri, Presiden SBY siap berada di barisan terdepan memberantas korupsi, tapi nyatanya sekarang hampir tidak ada, karena kasus korupsi justru ada di lingkaran SBY. Itu artinya amanat reformasi tidak dipenuhi," katanya di sela-sela peresmian gedung "Millenium Building" SD Muhammadiyah 4, Pucang, Surabaya.

Menurut Dipo Alam, sangat tidak adil jika dikatakan pemberantasan korupsi telah gagal, karena perang melawan korupsi sedang berjalan tanpa pandang bulu.

Diadilinya orang-orang yang dekat dengan SBY atau Partai Demokrat seperti Aulia Pohan dan Gubernur non-aktif Bengkulu Agusrin Najamuddin, misalnya, membuktikan SBY tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi. Begitu juga dalam kasus Nazaruddin, SBY mempersilahkan diproses secara hukum jika memang ada ditemukan unsur pidana korupsinya.

"Jangan dibilang hanya dengan kasus Nazaruddin lalu pemberantasan korupsi telah gagal atau reformasi tak berjalan," kata Dipo.

Dipo menengarai kalau Din Syamsuddin membonceng kasus Nazaruddin untuk membesarkan dirinya. "Itu seperti ilmu kodok yang menggelembungkan diri," katanya bertamsil.

Kodok, kata Dipo, jika ada momentum untuk bergenit-genit maka dia akan menggelembungkan atau membesarkan dirinya.

"Silakan membesarkan diri, tapi jangan mengecilkan pihak lain, apalagi tokoh sekaliber SBY," kata Dipo yang dikenal suka bertamsil dan menggunakan ibarat.

Dipo juga membantah pernyataan Din bahwa keterlibatan Nazaruddin yang merupakan pimpinan partai penguasa dan orang dekat presiden membuktikan bahwa upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) telah gagal.

"Di zaman Orde Baru KKN lebih banyak, tapi pemberantasan KKN tidak seperti sekarang. Siapa yang berani berteriak di zaman Soeharto Saya berteriak anti KKN, saya ditangkap dan dipenjarakan. Sekarang justeru yang melakukan KKN itu yang ditangkap dan dipenjarakan. Masak dibilang gagal," demikian Dipo Alam.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011