Siapa pun, apa pun pangkatnya, yang melakukan tindak pidana akan mendapatkan ganjaran setimpal.
Bandung (ANTARA) - Pada tahun 2021 kasus kriminalitas di Jawa Barat (Jabar) terjadi mulai dari kasus pembunuhan ibu dan anak di Kabupaten Subang yang menyorot perhatian publik hingga kasus rudapaksa belasan santri oleh guru pesantren.
Selain dua kasus tersebut, ada juga beberapa kasus lainnya yang juga melibatkan oknum aparat negara, seperti kasus Kapolsek Astanaanyar yang terlibat narkoba dan kasus tabrakan di Nagreg yang melibatkan oknum TNI.
Sejumlah kasus tersebut ada yang sudah masuk ke tahap persidangan dan ada juga yang masih belum terungkap oleh kepolisian, sehingga kasus yang belum terungkap itu tentunya pekerjaan rumah untuk dapat segera diselesaikan.
Kapolsek terlibat narkoba di Bandung
Pada 18 Februari 2021, nama Kompol Yuni Purwanti muncul ke hadapan publik. Kemunculan nama polisi wanita tersebut bukan sebagai tokoh yang memberantas kriminalitas, namun justru sebaliknya.
Saat itu Yuni yang menjabat sebagai Kapolsek Astanaanyar diduga terlibat penyalahgunaan narkoba bersama sejumlah anggotanya. Mirisnya, Kompol Yuni pun diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Narkoba sebelum bertugas di lingkungan Polrestabes Bandung.
"Kepada yang bersangkutan, tentunya sudah dilakukan pencopotan dari jabatannya sebagai kapolsek," kata Ahmad Dofiri yang masih berpangkat Inspektur Jenderal Polisi selaku Kapolda Jabar pada saat itu.
Kasus Yuni tersebut seketika menyorot perhatian nasional dan juga bagi internal Korps Bhayangkara itu sendiri. Jajaran Polrestabes Bandung pun langsung secara mendadak melakukan tes urine secara massal kepada para anggotanya.
Di penghujung tahun 2021, Polda Jabar menyatakan bahwa Kompol Yuni beserta anggota lainnya yang terlibat sudah dilakukan pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) setelah melalui proses peradilan.
Kabid Propam Polda Jabar Kombes Pol Yohan Priyoto mengatakan pemecatan tersebut merupakan bukti keseriusan dan komitmen Polri dalam memberantas peredaran narkoba.
"Yang bersangkutan itu pangkatnya pamen (perwira menengah), itu bandingnya di Mabes Polri, dan bandingnya sudah ditolak, jadi yang bersangkutan sudah dilakukan PTDH," kata Yohan di Polda Jabar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Pembunuhan Subang yang belum terungkap
Sehari setelah perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia pada 2021 ini, publik dikejutkan dengan adanya kasus pembunuhan ibu dan anak di Kabupaten Subang, Jabar.
Ibu dan anak itu merupakan Tuti (55) dan Amelia (23) yang merupakan warga Dusun Ciseuti, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Keduanya ditemukan tak bernyawa di bagasi sebuah mobil mewah pada 18 Agustus 2021 pagi.
Jasad ibu dan anak itu disebut ditemukan oleh Yosef (55) yang merupakan suami dari Tuti sekaligus ayah dari Amelia. Namun peristiwa pembunuhan itu dinyatakan tidak disertai dengan perampokan, karena tak ada harta benda yang dicuri dari rumah tersebut.
Setelah empat bulan berlalu, kasus itu belum kunjung terungkap oleh kepolisian. Padahal di awal kasus itu muncul, polisi sudah menyebutkan sinyal jika akan segera mengungkap dalang tewasnya Tuti dan Amelia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Yani Sudarto di Polda Jabar, Rabu, mengakui bahwa kasus Subang itu memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
Sejauh ini, dia mengatakan polisi telah melakukan pemeriksaan kepada sebanyak 69 orang saksi. Dari puluhan orang tersebut, 15 orang di antaranya merupakan keluarga korban, 11 saksi yang melintas, 32 saksi untuk menentukan alibi, dan 11 saksi lainnya yang tidak berhubungan dengan peristiwa namun keterangannya dibutuhkan.
Dia mengatakan kasus pembunuhan Subang itu memiliki kesulitan yang tinggi, karena sampai saat ini tim penyidik belum bisa menentukan dan memastikan dua alat bukti yang diperlukan untuk menentukan tersangka.
"Jadi dua alat bukti itu belum kami dapat," kata Yani.
Adapun setelah empat bulan berlalu, polisi sudah mendapatkan sketsa wajah terduga pelaku setelah mencocokkan keterangan para saksi. Terduga pelaku itu berambut hitam pendek, berwajah oval, dan menggunakan kemeja gelap motif kotak-kotak.
Rudapaksa 13 santriwati
Kasus kriminal yang juga cukup menonjol hingga mendapat atensi dari Presiden Joko Widodo, yakni kasus asusila rudapaksa terhadap 13 santriwati oleh seorang guru pesantren yang berinisial HW (36). Aksi tak terpuji HW itu menyebabkan para korban mengalami kehamilan hingga melahirkan.
Kasus itu terendus sejak pertengahan 2021, setelah polisi mendapatkan sejumlah laporan dari para korban. Adapun para korban dari aksi keji HW tersebut merupakan anak di bawah umur.
Meski terendus sejak pertengahan tahun, kasus tersebut baru mencuat ke khalayak pada Desember 2021 dari persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung.
Adapun keterlambatan informasi muncul ke publik itu bukan tanpa alasan. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago mengatakan rilis kasus itu urung dilakukan karena menyangkut dampak psikologis para korban.
Meski begitu, Erdi memastikan proses hukum kepada HW dilakukan oleh kepolisian. Terbukti dari kasus HW tersebut sudah masuk ke tahap persidangan pada Desember 2021.
"Kami tetap menuntaskan kasus yang dilaporkan kepada kami dan faktanya memang sudah berkas dan tersangka sudah diterima ke kejaksaan, dan sekarang sudah disidangkan," kata Erdi, Kamis (9/12).
Sejauh ini, perkara rudapaksa tersebut sudah 10 kali disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung. Puluhan saksi mulai dari para korban, keluarga korban, keluarga terdakwa HW, hingga dokter dan bidan pun telah menyampaikan kesaksiannya di hadapan majelis hakim.
Selain kasus rudapaksa, HW pun kini diduga menyelewengkan dana bantuan sekolah hingga mengeksploitasi para santri itu dengan memperkerjakan sebagai kuli bangunan.
Dugaan-dugaan itu muncul salah satunya dari keterangan para saksi di persidangan. Berangkat dari hal tersebut, Polda Jabar pun membuka kemungkinan untuk melakukan penyelidikan unsur pidana lain terhadap HW.
"Tentunya kami akan jadikan bahan keterangan untuk melakukan penyidikan lebih lanjut, dan itu tentunya memerlukan proses, mohon waktu kami adakan penyelidikan dulu," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar Kombes Pol Arief Rachman, Rabu.
Tabrakan di Nagreg libatkan Kolonel TNI
Pada 11 Desember 2021, polisi memberangkatkan sejumlah warga Nagreg, Kabupaten Bandung dan Limbangan, Kabupaten Garut menuju ke aliran Sungai Serayu di Jawa Tengah.
Pasalnya di Sungai Serayu itu ditemukan dua jenazah remaja yang belum diketahui identitasnya. Pada sisi lain, penemuan jenazah itu diduga berkaitan dengan kasus tabrakan yang terjadi di Nagreg pada 8 Desember 2021.
Nyatanya, kedua jenazah yang ditemukan itu dipastikan merupakan dua remaja yang hilang bernama Handi (16) dan Salsabila (14). Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh orangtua korban yang hadir di lokasi penemuan setelah diberangkatkan oleh polisi.
Dari penemuan jenazah itu, Polresta Bandung mulai melakukan penyelidikan terhadap kecelakaan tersebut. Pasalnya tabrakan itu cukup janggal, karena terjadi di Nagreg namun jenazah ditemukan di Jawa Tengah dengan jarak sekitar 150 kilometer dari lokasi.
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 10 saksi, polisi mulai menemukan titik terang atas tewasnya pasangan kekasih tersebut. Namun polisi belum menyebutkan siapa pelaku yang menabrak korban dan tega membuang jenazanya ke sungai yang jauh dari lokasi.
Lalu pada 24 Desember 2021, polisi melimpahkan penyelidikan kasus tersebut kepada pihak TNI. Ternyata pelaku adalah tiga oknum prajurit TNI AD berinisial Kolonel P, Koptu DA, dan Kopda A.
Sontak kasus tersebut menyorot perhatian publik hingga Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pun menyatakan ketiga oknum tersebut akan dipecat.
Tak usai di situ, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Dudung Abdurachman pun menaruh perhatiannya terhadap kasus tersebut dengan mengunjungi keluarga para korban pada Senin (27/12).
Di hadapan keluarga korban, Dudung yang mewakili instansinya itu menyampaikan permohonan maaf. Dalam penyampaian maaf tersebut, Dudung selaku sosok kelahiran Bandung itu menggunakan bahasa Sunda.
"Abdi ge rumaos ya merasakan lah, tapi da ini musibah gitu ari tos jalanna mah, jadi abdi atas nama Angkatan Darat nyungkeun dihapunten (Saya juga sadar ya merasakan lah, tapi ini musibah kalau sudah jalannya, jadi saya atas nama Angkatan Darat meminta dimaafkan)," kata Dudung saat berbincang dengan keluarga Salsabila.
Selain menyampaikan permohonan maaf, Dudung juga membeberkan identitas oknum anggotanya yang melakukan aksi keji itu kepada keluarga korban.
Setelah berbincang dengan keluarga, Dudung juga mengunjungi makam para korban dan melakukan tabur bunga. Kunjungan Dudung itu juga sekaligus memberi santunan berupa uang kepada keluarga korban.
Atas kasus tersebut, TNI AD memastikan tidak akan pandang bulu untuk menegakkan hukum kepada para pelaku, termasuk Kolonel P yang sudah berpangkat tinggi (perwira).
"Siapa pun, apa pun pangkatnya, yang melakukan tindak pidana akan mendapatkan ganjaran setimpal," kata Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Danpuspom AD) Letjen TNI Chandra W Sukotjo di halaman rumah salah satu korban yakni Handi.
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021