Semarang (ANTARA News) - Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah memperkirakan jumlah hakim nakal yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meningkat, karena kasus ini merupakan fenomena gunung es.
"Kasus ini merupakan fenomena gunung es, karena sebenarnya banyak hakim nakal lainnya yang belum ketahuan," kata Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto, di Semarang, Kamis.
Eko mengatakan, banyaknya kasus serupa dikarenakan tidak ada sanksi tegas dari internal Mahkamah Agung, padahal seharusnya hakim pengawas lebih maksimal kinerjanya.
"Tidak hanya melakukan pengawasan terhadap administrasi tetapi perilaku para hakim juga harus diawasi," katanya.
Apalagi mereka yang berperkara di pengadilan, lanjut Eko, tidak sekadar mencari keadilan tetapi ada juga yang mencari kemenangan.
Eko menambahkan tidak hanya dari institusi hakim, KPK juga harus lebih meningkatkan penangkapan hakim nakal.
"Begitu ada laporan dari masyarakat, KPK bisa langsung menyadap telepon sehingga pada saat transaksi bisa ditangkap tangan," katanya.
Ia mengatakan selama ini kasus penyuapan sulit diperoleh barang bukti. Oleh karena itu, KPK dapat melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang dimilikinya.
"Kewenangan KPK melakukan penyadapan jangan `diprotoli`," demikian Eko Haryanto.
Sebelumnya, KPK menangkap hakim S yang menerima uang Rp250 juta dari kurator berisial PW. Hakim S ditangkap di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Rabu (1/6). Diduga uang tersebut untuk memperlancar proses hukum kepailitan sebuah perusahaan bernama PT SCI.
Penangkapan hakim S ini merupakan penangkapan untuk kedua kalinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya, pada 31 Maret 2010, Ibrahim, hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI, juga ditangkap KPK, lantaran menerima suap dari pengusaha DL Sitorus terkait sengketa kepemilikan tanah.(*)
(U.N008/Z002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011