"Saya akui memang di tahun 2021 beberapa indikator meleset, karena waktu kita dan tenaga kita sebagian besar digunakan untuk menangani pandemi COVID-19," kata Budi Gunadi Sadikin pada acara Taklimat Bidang PMK "#SDM Unggul, Indonesia Maju" yang diikuti dari YouTube Kemenko PMK di Jakarta, Rabu.
Dalam RPJMN 2020-2024, kata Budi, Kemenkes RI diminta untuk mengatasi lima persoalan kesehatan, yakni meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mempercepat perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan pengendalian penyakit, gerakan masyarakat sehat, dan memperkuat sistem kesehatan.
Baca juga: Menkes: Belanja JKN belum selaras dengan target RPJMN
Indikator yang meleset pada 2021, di antaranya angka kematian ibu, persentase imunisasi dasar, prevalensi tengkes, insidensi tuberkolosis, serta dua hal terkait dengan perilaku masyarakat, yakni persentase merokok usia muda dan persentase obesitas.
Budi mengatakan upaya intervensi yang dilakukan pada angka kematian ibu dimulai dari sisi pemenuhan sarana prasarana Puskesmas untuk keperluan kelahiran dasar dan layanan kelahiran darurat.
"Kita men-deployed alat USG (ultrasonografi), karena saya juga baru sadar bahwa tidak semua Puskesmas kita memiliki USG, sehingga banyak yang kelahirannya, ibunya meninggal karena kondisi anaknya tidak diketahui," katanya.
Selain itu, Kemenkes juga mewajibkan interval pemeriksaan kehamilan dari semula hanya empat kali menjadi enam kali dan dua diantaranya harus melibatkan dokter untuk mendeteksi dini potensi gangguan kesehatan ibu hamil.
Pada indikator imunisasi dasar anak usia 12-23 bulan, kata Budi, gagal tercapai pada tahun ini target imunisasi dan pengerahan tenaga kesehatan fokus pada vaksinasi COVID-19. "Sehingga, vaksinasi dasar sangat tertinggal dan saya melihat ini agak bahaya melihat ini, masa depan yang harus diproteksi," katanya.
Intervensi yang dilakukan Kemenkes adalah mengintegrasikan semua sistem informasi vaksinasi dengan COVID-19. "Karena vaksinasi COVID-19 memiliki sistem informasi yang paling bagus," katanya.
Vaksinasi dasar juga diperluas dengan melibatkan fasilitas klinik kesehatan yang jumlahnya saat ini lebih banyak dari Puskesmas. "Sistem registrasi kita akan coba digitalisasi, sehingga para petugas Puskesmas bisa lihat secara Geo Tagging di Google Map rumah-rumah mana sih yang belum divaksinasi bekerja sama dengan Dukcapil," katanya.
Baca juga: BKKBN: Telat datang ke faskes sebabkan tingginya angka kematian ibu
Target mengatasi kekerdilan (tengkes), kata Budi, pemerintah telah membagi beban penanggulangannya bersama kementerian dan lembaga terkait, di antaranya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pertanian.
Intervensi yang dilakukan Kemenkes adalah mempersiapkan ibu. "Sebab 40 persen dari kekerdilan disebabkan karena ibunya pada saat lahir tidak siap, jadi kecukupan zat besi itu merupakan hal penting. Begitu lahir 1.000 hari pertama, itu penting sekali, perlu penimbangan yang tepat, rajin setiap bulan pengukuran tinggi juga," katanya.
Kemenkes sedang mendorong digitalisasi pelaporan berat badan dan tinggi anak menggunakan alat ukur digital yang langsung terkoneksi ke pemerintah pusat.
Pada persoalan tuberkolosis, kata Budi, Kemenkes sedang mengintegrasikan mekanisme survailens pasien dengan sistem COVID-19. "Sebenarnya sakitnya mirip dengan COVID-19, pernapasan, disebabkan virus juga, deteksi sama, tapi penanganannya tidak sekuat COVID-19. Yang dipakai selalu angka perkiraan," katanya.
Baca juga: Indonesia menduduki peringkat ketiga negara dengan AKI tertinggi
Baca juga: Kemenkes: Lengkapi imunisasi dasar anak sambil tunggu vaksin COVID-19
Selanjutnya adalah intervensi menekan persentase merokok melalui upaya edukasi secara masif dengan melibatkan influencer dari profesi YouTubers agar lebih modern dan dapat diterima oleh konsumen rokok usia muda.
"Pola edukasi kita ubah yang lebih kekinian. Kita akan ajak YouTubers edukasi orang-orang muda untuk memberikan contoh bahwa ini bukan merupakan kebiasaan yang sehat," katanya.
Demikian juga dengan pola intervensi pada persoalan obesitas. "Itu bahayanya jangka panjang. Kita ingin memastikan bahwa pola makan, pola gerak orang Indonesia harus lebih. Kami melihat, baik rokok maupun obesitas strateginya lebih ke pendidikan promosi," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021