Siaran pers KBRI Khartoum yang diterima ANTARA Kairo, Kamis, menyebutkan, kunjungan delegasi MA itu merupakan tindak lanjut dari kerja sama kedua pihak dalam bentuk pelatihan hakim dari Indonesia di Sudan pada 2010.
Pada bulan Oktober 2010 lalu, terdapat tujuh hakim dari Indonesia mengikuti pelatihan selama tiga pekan di Sudan, katanya.
"Langkah ini diambil karena Sudan merupakan tempat yang tepat untuk mendidik hakim kita, khususnya di bidang ekonomi syariah", kata Sekretaris MA, Rum Nessa, seperti dikutip dalam siaran pers itu.
Menurut Rum, untuk lebih meningkatkan kerja sama yang telah terjalin, saat ini tengah disiapkan Nota Kesepahaman (MoU) yang direncanakan akan ditandatangani pada September depan.
MoU itu intinya, antara lain, kedua pihak mengadakan kerja sama pelatihan untuk peningkatan kapasitas hakim-hakim dari Indonesia terutama di bidang syariah.
"Sudan memang dikenal pioner di bidang syariah ini", ujar Nessa.
Dalam acara tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Wisma Duta KBRI Khartoum, Rum Nessa menjelaskan bahwa Sudan memiliki sejumlah keunggulan di bidang peradilan, terutama di bidang pengelolaan anggaran yang independen tanpa ada intervensi instansi lain di luar Mahkamah Agung.
Menurut dia, jumlah pengadilan dari tingkat pertama hingga Pengadilan Tinggi di seluruh wilayah Sudan mencapai 1.000 Pengadilan yang didukung 80 hakim agung.
Jumlah ini tidak terpaut jauh dengan Indonesia yang memiliki 800 pengadilan dan 51 Hakim Agung.
Sementara itu, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA, Wahyu Widiana, dalam acara tatap muka dengan masyarakat Indonesia, mendorong mahasiswa Indonesia yang telah merampungkan studinya di Sudan untuk dapat bergabung di instansinya.
"Mahasiswa alumni Timur Tengah telah teruji dan terbukti kualitasnya. Beberapa diantaranya telah mengabdi di lingkungan peradilan RI", ungkapnya. (M043/A041/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011