Beberapa pertimbangan proyeksi tersebut yakni target penerimaan pajak 2022 yang moderat dari angka realisasi 2021, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang akan lebih tinggi dibandingkan tahun ini, pengawasan yang semakin optimal, serta paket reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang berlaku pada 2022.
"Namun demikian, pemerintah perlu menyiapkan strategi dan perencanaan untuk menjamin paket kebijakan dalam UU HPP, seperti program pengungkapan sukarela (PPS) dapat berjalan dengan baik," ucap Pengamat Pajak CITA Fajry Akbar dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Rabu.
Selain itu, ia menilai pemerintah juga harus menjawab tantangan di tahun 2022 seperti peralihan proses bisnis dari brick and mortar (konvensional) ke digital pasca pandemi yang nyatanya bersifat permanen.
Pemerintah juga masih tetap memberikan banyak insentif perpajakan pada tahun 2021, terutama melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Per 24 Desember, pemerintah telah memberikan insentif perpajakan untuk dunia usaha sebesar Rp63,16 triliun atau 100,5 persen dari pagu.
"Artinya, meski target penerimaan tercapai namun pemerintah juga tetap fokus memberikan sokongan pemulihan ekonomi melalui instrumen pajak, terutama terhadap sektor-sektor yang masih terdampak dari adanya pandemi COVID-19," ujar Fajry.
Kendati demikian, dirinya tetap mengakui pencapaian penerimaan pajak tahun ini merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi, apalagi karena melebihi ekspektasi banyak pihak.
Baca juga: Menkeu sebut penerimaan pajak 2021 lampaui target
Baca juga: DJP catat 85 KPP berhasil capai penerimaan pajak di atas 100 persen
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021