"Usulan itu penting, tetapi yang lebih mendasar adalah bagaimana kita memberi contoh yang baik untuk generasi muda. Teks Pancasila harus jadi perilaku toleran, anti kekerasan, dan menjunjung tinggi keadaban," kata Buya sapaan Syafii Maarif melalui siaran pers yang dikirim kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Untuk proses ke arah tersebut, Maarif Institute memprakarsai sebuah program penguatan kesadaran warga negara di sekolah-sekolah umum tingkat atas (SMAN) di empat daerah, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Cianjur, Kota Yogyakarta, dan Kota Surakarta. Kegiatan ini mulai bergulir bulan Juni ini.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan, melalui program tersebut pihaknya ingin menandai bulan kelahiran Pancasila ini dengan langkah kecil menginternalisasi nilai-nilai toleransi, keterbukaan, anti kekerasan di kalangan siswa-siswa sekolah.
"Salah satu agenda strategis jangka panjang untuk membumikan Pancasila di kalangan generasi muda adalah melalui bidang pendidikan. Terlebih, beberapa survei terakhir menemukan bahwa sekolah-sekolah umum telah mengalami disorientasi seiring dengan suburnya pandangan keagamaan eksklusif, anti keberagaman dan intoleran," katanya.
Menurut dia, tidak hadirnya negara dalam pelbagai krisis kebangsaan hari ini telah memicu arus kebangkitan kembali semangat berpancasila dalam tata kehidupan bernegara.
Resonansi semangat "kembali kepada Pancasila" yang digulirkan MPR dan kelompok-kelompok sipil, termasuk tokoh Lintas agama, telah menjadi topik terpenting perbincangan publik belakangan ini.
Dijelaskannya, banyak pihak menjadikan 1 Juni ini sebagai momentum penyadaran publik akan pentingnya merevitalisasi nilai-nilai Pancasila guna meresolusi ancaman gejala kebangkrutan bangsa seperti kanker korupsi yang menggurita, hilangnya wibawa hukum karena menjadi alat kekuasaan, kekerasan yang menyingkirkan keadaban publik, dan peningkatan intoleransi yang menggusur rasa kewargaan.
"Pada satu sisi, kita patut bersyukur bahwa Pancasila tetap masih menjadi ideologi negara dan publik juga masih menunjukkan rasa memiliki yang tinggi terhadap kelima prinsip bernegara ini," ucap Fajar.
Namun di sisi lain, arus kerinduan kepada Pancasila ini jangan sampai melupakan substansinya. Kembali ke Pancasila dalam alam pikiran bernegara adalah mengarusutamakan nilai-nilai keadaban publik Pancasila ke dalam kesadaran dan perilaku para pemangku Kebijakan, politisi, dan semua warga bangsa.
"Pancasila bukanlah seperti "obat sakit kepala" yang bisa mengusir segala macam penyakit kebangsaan dalam waktu singkat. Perlu tindakan komprehensif yang harus dikerjakan pemerintah dengan dukungan masyarakat sipil yang mengarah pada perubahan arah pembangunan ekonomi, politik, sosial, hukum, dan pendidikan," paparnya.
(S037)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011