Jakarta, 1/6 (ANTARA) - Pembangunan bangsa tidak hanya berupa fisik dan ekonomi semata, namun bisa dilakukan dengan pembangunan karakter melalui pendidikan budi pekerti. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) melalui Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film, menghimbau para seniman untuk memasukkan unsur budi pekerti di setiap karyanya.

"Konten budi pekerti dalam setiap karya seni harus dikedepankan. Kesadaran ini menjadi gerakan nasional yang dilakukan bersama," ujar Ukus Kuswara, Direktur Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Kemenbudpar, di sela seminar Pendidikan Budi Pekerti Akar Jati Diri bagi Pertahanan & Persatuan Bangsa di Era Globalisasi, di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (1/6).

Generasi muda, lanjut Ukus, menjadi target utama dari pendidikan budi pekerti. Media pembelajaran seperti museum, perpusatakaan, film, galeri, dan sanggar seni, dapat dijadikan alat untuk memupuk pendidikan budi pekerti, tegasnya. Namun, pendidikan demikian harus dimulai dari unit sosial terkecil, yaitu lingkup keluarga, lingkungan masyarakat, dan pendidikan formal.

Mewakili Menbudpar Jero Wacik, Ukus menyampaikan, ada 7 komponen pokok pendidikan budi pekerti berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yang dapat diteladani guna memecahkan masalah Indonesia dewasa ini. Yakni: mengembangkan religiositas dan toleransi; rasa cinta tanah air dan kebanggaan nasional; persatuan dan gotong royong; cinta damai dan anti kekerasan; kedisiplinan, ketertiban, dan ketaatan hukum; daya juang; dan berpikir positif.

Ukus berharap, untuk mencapai 7 komponen pokok tersebut, seluruh elemen bangsa tetap mengindahkan pendekatan humanism dan multikulturalisme.

Menurutnya, Bangsa Indonesia dewasa ini memiliki kecenderungan memudarnya rasa toleransi atas perbedaan, menurunnya penghargaan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya, meningkatnya budaya kekerasan, menurunnya penghargaan atas etika dan moral, rasa minder terhadap bangsa lain, dan kecenderungan menurunnya capaian prestasi di sejumlah bidang.

Dalam acara tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono menyampaikan, pentingnya mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pendidikan Karakter Bangsa. Pancasila harus dijadikan dasar, agar kekerasan dan radikalisme bisa ditangkis. Pendidikan karakter bangsa ini tumbuhnya dari masyarakat, dari bawah ke atas (bottom up), sehingga bisa menjadi gerakan nasional bersama, ujarnya seraya mengatakan keberhasilan pendidikan budi pekerti adalah makin tumbuhnya kecintaan masyarakat terhadap budaya bangsa.

Sementara itu Diah Harianti yang mewakili Wakil Menteri Pendidikan Nasional mengatakan, salah satu komponen penting dalam pendidikan budi pekerti adalah media massa. Media perlu menyuguhkan sajian yang bisa menumbuhkan pikiran positif dalam diri bangsa, ujarnya. Diah menegaskan, menurunnya moral bangsa disebabkan banyaknya praktisi pendidikan yang terlalu mengutamakan komponen kognitif sehingga mengabaikan komponen afektif (moral dan budi pekerti).

Seminar yang digagas oleh Alumni Perguruan Cikini (ALPERCIK) ini diikuti sekitar 300 peserta dari kalangan praktisi dan pengamat pendidikan. Hadir pula dalam seminar tersebut, Akbar Tandjung sebagai Ketua Akbar Tandjung Institut dan Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Rully Chairulazwar.

Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Ka. Pusformas Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata

Pewarta: Masnang
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011