Malang (ANTARA News) - Manajer Persema Asmuri mengatakan kelompok 78 (K-78) sekarang ini sudah tidak murni lagi, tidak seperti pada awal-awal kongres di Bali.
"Mereka (K-78) semua itu pada awalnya adalah penentang Nurdin Halid, tapi sekarang kok berubah. Saya khawatir, jangan-jangan itu adalah orang-orang titipan Nurdin Halid yang ingin menggagalkan kongres PSSI," tegas Asmuri yang juga mantan anggota DPRD Kota Malang tersebut.
Ia menegaskan, dirinya setuju jika ada perubahan di tubuh PSSI, namun kalau yang dilakukan oknum-oknum itu justru ingin menjatuhkan kredibelitas PSSI, ini yang harus ditentang.
Oleh karena itu, kata Asmuri, agar kongres PSSI ketiga nanti tidak gagal lagi, kedua kubu (K-78 dan Komite Normalisasi/KN) harus bertemu dan bicara dari hati ke hati untuk memikirkan prestasi sepak bola di Tanah Air.
Kedua belah pihak, lanjut dia, jangan sampai menang-menangan.
Aturan persepakbolaan sudah jelas, semua di bawah naungan FIFA, sehingga siapapun yang menentang aturan itu ada konsekuensinya.
"Saya rasa semua sudah tahu dengan jelas konsekuensi dan risiko bagi yang menentang aturan FIFA. Tapi, memang ada oknum-oknum yang tetap ingin menggagalkan kongres agar PSSI dijatuhi sanksi oleh FIFA," tegas Asmuri yang getol memperjuangkan digulirkannya Liga Primer Indonesia (LPI).
Ia mengakui, pada awalnya (ketika kongres PSSI di Bali), dirinya begitu getol menentang Nurdin Halid dan adanya perubahan di tubuh PSSI dengan keluar dari Liga Super Indonesia (LSI). Karena keluar dari LSI, maka Persema diberi sanksi PSSI melalui kongres Bali.
Namun, setelah kelompok yang sebelumnya getol mendukung LPI dan mengusung Goerge Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai ketua dan wakil ketua umum PSSI itu tidak murni lagi, maka dirinya lebih baik menarik diri dari kelompok tersebut.
Agar konflik dan kekisruhan PSSI tersebut berakhir, kata Asmuri, seharusnya Menegpora Andi Malarangeng memfasilitasi kedua kubu (K-78 dan KN) untuk melaporkan masalah itu kepada presiden.
"Saya rasa itu bukan intervensi, tapi menengahi dan mencarikan solusi secara adil, agar persepakbolaan di Tanah Air tidak hanya berkutat pada polemik kongres. Kalau terus berpolemik, kapan bisa berpacu meraih prestasi internasional," tegasnya.
Komite Normalisasi PSSI yang diketuai Agum Gumelar masih diberi kesempatan oleh FIFA untuk menggelar kongres sekali lagi dengan batas waktu 30 Juni. Jika pada kesempatan ketiga itu tetap gagal, maka FIFA tidak segan-segan untuk menjatuhkan sanksi bagi Indonesia.(E009)
(ANTARA)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011