Jakarta (ANTARA News)- Dirjen Bimbingan Islam dan Penyelenggaraan Haji (BIPH) Departemen Agama, Taufik Kamil yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Dana Abadi Umat (DAU) dengan kerugian negara Rp719 miliar, dituntut hukuman delapan tahun penjara, Jumat. JPU Ranu Mihardja yang membacakan tuntutan pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, selain memohon majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana delapan tahun kepada Taufik, juga meminta agar Taufik diwajibkan membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang ganti kerugian negara Rp2,861 miliar yang merupakan dana DAU dan Biaya Pengelolaan Ibadah Haji (BPIH) yang telah diterimanya selama 2001-2004. JPU menilai, Taufik sebagai Dirjen tidak melaksanakan Keppres 22/2001 yang menyebutkan hasil efisiensi BPIH harus dimasukkan ke rekening DAU. "Keppres tersebut tidak dilaksanakan oleh terdakwa, terdakwa justru membuat rekening lain dan tetap mengelola rekening-rekening lain di luar DAU yang sudah ada sebelum Keppres itu terbit," kata Ranu. Pengelolaan dan pembuatan rekening lain di luar DAU yang tidak sesuai Kepres, menurut JPU, dilakukan terdakwa atas perintah mantan Menteri Agama Said Agil yang turut menjadi terdakwa dalam kasus yang sama. Perbuatan tersebut dianggap JPU berlindung pada KMA 484/2001 yang dikeluarkan oleh Said Agil yang dalam salah satu pasalnya memberi keleluasaan dan peluang penyalahgunaan DAU karena menyatakan pengeluaran DAU untuk kepentingan sosial, keagamaan, umat dilakukan sesuai kebijakan Menag. Biaya pengelolaan DAU dan BPIH sebesar 10 persen yang dipotong dari besarnya BPIH sebelum disetorkan ke dalam rekening DAU, menurut JPU, sangat tidak masuk akal, karena ternyata hanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi pengelola dan orang lain, seperti pembayaran insentif, uang lelah, honor, transpor dan lain-lain. Sementara yang dialokasikan dari DAU untuk kepentingan kesehatan umat hanya sebesar satu persen dan ekonomi umat hanya tiga persen. Dari setoran BPIH 2002 yang dibayarkan oleh 195 ribu calon haji terkumpul Rp174 miliar dan 1,03 juta dolar AS. Dari jumlah tersebut, selain untuk penyelenggaraan haji, dikeluarkan Rp19,79 miliar atas persetujuan Said Agil dan terdakwa, di antaranya untuk kepentingan terdakwa Rp205 juta dan untuk kepentingan orang lain termasuk Said Agil dan anggota DPR Rp4,883 miliar. Setoran BPIH tahun 2003 sebesar Rp184 miliar dan 500 juta dolar AS, yang dibayarkan oleh 201 ribu calon haji, digunakan untuk kepentingan terdakwa Rp427 juta dan orang lain Rp8,9 miliar. Pada 2004, JPU menyebutkan Taufik Kamil kembali menerima uang dari BPIH untuk kepetingan dirinya sebesar Rp492 juta. JPU menyatakan, perbuatan terdakwa telah menyebabkan beban ekonomi yang tinggi bagi umat dalam pembiayaan ibadah haji karena dibebani oleh biaya-biaya yang seharusnya tidak ada. "Hal yang kami anggap juga memperberat terdakwa bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra Departemen Agama yang menyandang nama agama dan seharusnya mengedepankan akhlak. Tetapi terdakwa tidak merasa bersalah dan justru berlindung bahwa perbuatan yang dilakukannya untuk kemaslatan umat," katanya. JPU juga meminta majelis hakim agar delapan rekening di luar DAU dengan total Rp652 miliar diantaranya Dana Abadi Haji sebesar Rp70,843 miliar, dan Dana Kesejahteraan Karyawan sebesar Rp84 miliar tetap dalam pemblokiran untuk kepentingan pembuktian perkara terdakwa lainnya. Mengomentari tuntutan JPU, Taufik Kamil mengatakan dia tetap menghormati proses hukum yang ada dan menyerahkan segala pembelaannya pada tim kuasa hukumnya pada persidangan selanjutnya pada 23 Januari 2006. Tim kuasa hukum Taufik Kamil mengatakan kesalahan yang dilakukan kliennya bukan tindak pidana korupsi dan hanya kesalahan administrasi yang sebenarnya sudah ada sebelum Taufik Kamil menjabat. Taufik Kamil dan mantan Menag Said Agil Husin Al Munawar secara bersama-sama didakwa menyelewengkan DAU yang tidak dipergunakan sebagaimana mestinya sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp700 miliar.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006