"Ketiga nuansa itu adalah nuansa perkusif dari Kiai Kanjeng, elektrik (Letto), dan orkestra (Matarantai)," katanya di sela konser Hati Matahari di Concert Hall Taman Budaya Yogyakata, Selasa.
Menurut dia, masing-masing nuansa menghadirkan ragam karakter yang berbeda tetapi bisa bersanding dalam kesatuan konser.
"Untuk memperkuat suasana dan makna konser, dipaparkan `snapshot` dan kepingan adegan film televisi yang dibintangi Novia Kolopaking, di antaranya Keluarga Cemara dan Siti Nurbaya," katanya.
Ia mengatakan, konser itu didukung 50 pemusik yang membutuhkan persiapan sekitar dua bulan. Sebagian besar pendukung konser adalah anak muda yang masih kuliah.
Dalam konser yang disaksikan ratusan penonton itu Novia Kolopaking menyanyikan15 lagu yang diambil dari beberapa album rekaman lamanya dan ciptaan baru hasil kolaborasinya dengan Letto, Kiai Kanjeng, dan Matarantai.
Lagu yang dibawakan penyanyi istri budayawan Emha Ainun Nadjib itu di antaranya Bunga Mawar ciptaan Ariyanto, Asmara dan Untukmu Segalanya (Chossy Pratama), Dengan Menyebut Asma Allah (Dwiki Darmawan), Keluarga Cemara (lirik Arswendo Atmowiloto), Biar Kusimpan (Yongki S dan Maryati), dan Sandaran Hati (Letto).
Novia juga menyanyikan lagu-lagu karya para sahabatnya, di antaranya Hati Matahari ciptaan Untung Basuki-Emha Ainun Nadjib), Lepas-lepas (Untung Basuki), Apa Ada Angin di Jakarta (Umbu Landu Paranggi), Salam dari Desa (Leo Kristi).
Selain itu, Kuda Putih (Max Palar), Halina (Jess Santiago-Kiai Kanjeng), Ajar Ajur Ajer (Ari Blothong-Kiai Kanjeng), Padhang Mbulan (Franky Sahilatua-Emha Ainun Nadjib), dan Kelahiran (Ari Blothong-Emha Ainun Nadjib).
Penggagas konser Hati Matahari, Toto Raharjo mengatakan, secara tematik konser itu menandai tentang pentingnya manusia merukuk kembali pada spiritualitas yang bersumber pada cinta Tuhan demi mengelola kehidupan.
"Hati Matahari yang menjadi tajuk konser itu merupakan metafora hakikat Tuhan, yang merupakan sumber segala kehidupan, kebaikan, kebahagiaan, dan keindahan," katanya.
Menurut dia, ketika muncul gerhana politik, sosial, ekonomi, dan budaya, maka manusia dituntut menjadi pembebas yang menerbitkan cahaya bagi kehidupan kolektif.
"Cahaya itu merupakan perpaduan dari cinta, pengorbanan, kecerdasan, ketulusan, dan kerja keras," katanya.(*)
(L.B015*H010/H008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011