Jakarta (ANTARA) - Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Fransisca Iriani R Dewi mengatakan ketangguhan atau resiliensi merupakan modal untuk menghadapi berbagai perilaku negatif.
“Ketangguhan remaja, merupakan modal dalam menghadapi kesulitan, mengelola stres, terhindar dari kondisi depresi, dan perilaku negatif,” ujar Fransisca dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Berbagai trauma dapat terbentuk pada masa remaja seperti perceraian kedua orang tua, kemiskinan, perundungan, narkoba hanyalah sebagian kecil tantangan remaja. Tidak sedikit remaja mampu melewati masa itu dengan baik.
“Jika gagal menghadapi tantangan maka kualitas kehidupan mereka menjadi taruhannya yaitu ketidaknyamanan yang terus dirasa hingga usia dewasa. Jadi, remaja harus tangguh untuk menghadapi tantangan,” terang dia.
Baca juga: Instagram luncurkan fitur-fitur keamanan untuk remaja
Universitas Tarumanagara melakukan Program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) terkait Pengembangan Resiliensi Remaja di Sekolah Menengah Atas di Era Industri 4.0. Program PKM itu merupakan implementasi atas hasil penelitian tim yang telah dilakukan selama 2 tahun pada 27 sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di 17 kota di Indonesia.
Dalam program pengabdian kepada masyarakat itu, sebanyak 65 remaja dari SMA Negeri I dan SMA Negeri 2 Tanjung Pandan Kabupaten Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengikuti program PKM.
Terdapat lima faktor pembentuk resiliensi. Pertama kontrol diri: Mengetahui dan memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan, serta mampu mengontrol respon perilaku yang muncul. Kedua, independen; Ketiga bertanggungjawab atas diri dan lingkungan sekitar. Hal penting yang perlu diingat yaitu kemandirian adalah jalan memperbaiki kesalahan yang dapat membentuk resiliensi. Keempat, menghargai diri: yaitu kemampuan untuk menghadapi masalah, dan menghindari menyalahkan diri sendiri. Kelima, rasa percaya yaitu mengetahui dan memahami ada orang yang dapat menjadi panutan, memberikan dukungan serta dapat membantu ketika sedang ada masalah.
Baca juga: Remaja saat pandemi dinilai tetap bisa berprestasi
Dalam kegiatan itu, peserta mengisi workbook sebagai bentuk refleksi harian, dalam rangka pengembangan resiliensi. Selama lima hari, peserta mengisi workbook. Workbook dikumpulkan ke guru penanggung jawab kegiatan PKM atau wakil kepala sekolah bidang kurikulum. Pada hari ke enam atau tanggal 22 Desember 2021, ketua tim pelaksana PKM menerima workbook tersebut.
Mayoritas partisipan menganggap bahwa jurnal cukup bermanfaat dan dapat mengetahui kondisi perasaannya setiap hari. Sebagian lagi menganggap pembuatan jurnal juga membuat dirinya lebih mengenal dirinya sendiri.
Pelaksanaan Kegiatan PKM itu didanai Ditjen Diktristek Kemendikbudristek, dengan tim pelaksana yakni Dr Fransisca Iriani R Dewi MSi, dengan anggota Dr Ir Rita Markus Idulfiastri MPsi, T Meylisa Permata Sari, SPsi MSc, Stanis Evande, Hotnida Nethania Agatha, dan Clara Lilianie.***
Baca juga: Dua Remaja Berprestasi Internasional Jadi Ikon BNN
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021