Batuan kapur lebih mudah rusak, apalagi terkena panas dan hujan
Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur melalui dinas kebudayaan dan pariwisata setempat memastikan kasus patung "retjo pentung" buntung yang menjadi penanda batas wilayah kota daerah itu bukanlah akibat aksi vandalisme.
"Kerusakan ini karena sebab alami. Kelihatannya dulu pernah lepas lalu direkatkan kembali. Sekarang mengelupas dan mungkin jatuh (lepas) lagi," kata Kasi Pelestarian Museum, Cagar Budaya dan Benda Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung Winarto di Tulungagung, Senin.
Patung "retjo pentung" buntung sebelah itu berada di jalan Pahlawan Kota Tulungagung. Patung ini menjadi benda cagar budaya, lantaran mempunyai nilai historis bagi warga Kabupaten Tulungagung.
Baca juga: Arkeolog rekomendasikan ekskavasi situs penting di Tulungagung
Baca juga: BPCB Trowulan identifikasi fragmen arca kala di Tulungagung
Terkait kerusakan, Winarto menolak jika kerusakan patung ini disebabkan aksi vandalisme. Menurutnya itu bukan unsur kesengajaan manusia, melainkan memang kondisi patung yang rusak seiring berjalannya waktu.
Untuk itu, lanjut Narto, pihaknya bakal berkoordinasi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim di Trowulan, Mojokerto.
"Patung di Jalan Pahlawan ini terbuat dari batu kapur, sedang patung lainnya terbuat dari batu andesit. Batuan kapur lebih mudah rusak, apalagi terkena panas dan hujan," jelasnya.
Dari pantauan lapangan, patung setinggi sekitar 70 cm ini tidak mempunyai peneduh, sehingga membuatnya terpapar panas dan hujan secara langsung.
“Kami akan usulkan pada Pemkab untuk memberi peneduh atau payung,” jelasnya.
Selain di Jalan Pahlawan, patung Dwarapala di Jalan Soekarno Hatta juga alami kerusakan.
Kerusakan terjadi pada umpak atau landasan meletakkan patung yang mulai terkelupas.
Umpak ini merupakan bangunan baru, yang berumur sekitar 30 tahun. Umpak dibangun oleh salah satu pabrik rokok di Tulungagung pada awal tahun 90- an.
Menurut catatan, patung ini diletakkan di perbatasan Kabupaten Tulungagung pada awal abad XX.
Patung Dwarapala dikenal sebagai patung penjaga atau tolak bala, lantaran wujudnya yang seram.
Patung ini berjumlah delapan, ditempatkan di empat pintu masuk Kota Tulungagung secara berpasangan.
Wujud patung berupa wujud raksasa dengan membawa gada, dengan posisi duduk bertumpu pada salah satu kakinya. “Ini berfungsi sebagai tolak bala di empat penjuru,” jelasnya.
Baca juga: Tata ulang zonasi pelayanan, redam "hospital phobia"
Baca juga: Ratusan warga tonton permainan tradisional "bentengan" di Tulungagung
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021