"Jangan lagi terpengaruh dengan isu hoaks tentang ancaman gempa, tsunami dan gunung api, kita sampai saat ini belum bisa prediksi, jadi kalau ada prediksi siapa pun yang bilang, sudah bisa dipastikan itu hoaks," kata Danny dalam Webinar Professor Talk dengan tema Refleksi Akhir Tahun: Membaca Secara Ilmiah Kebencanaan 2021 di Indonesia di Jakarta, Senin.
Danny menuturkan di seluruh dunia, belum ada satu pun metode yang bisa memprediksi kapan waktu tepat terjadinya suatu gempa.
Baca juga: 2.800-an gempa magnitudo >4 per tahun terjadi pada 2017-2021
"Kalau di masyarakat ada beredar ramalan tentang ada gempa besar tahun barulah dua hari lagilah seminggu lagi lah, itu bisa kami pastikan itu hoaks," ujarnya.
Menurut Danny, yang bisa dilakukan untuk mitigasi gempa adalah mempelajari lokasi sumber gempa atau jalur sesar, besar magnitudo gempanya, dan risiko efeknya.
"Dari data ini, itu yang bisa kita mitigasi kita minimalisir kerusakannya tanpa harus tahu kapan akan terjadi gempa," tuturnya.
Danny menuturkan perlu mempelajari dan memetakan sumber gempa atau sesar aktifnya dengan sebaik-baiknya.
Oleh karenanya, penelitian gempa dan gunung api di Indonesia masih sedikit maka perlu ada satu riset yang masif, sistematis, terintegrasi, dan komprehensif dalam program skala nasional.
Sementara untuk mitigasi tsunami, peta tsunami harus dipetakan dengan sebaik-baiknya mulai dengan skala nasional, skala regional sampai skala detail.
"Setelah kita punya peta tsunami yang baik, baru kita bisa mitigasi dengan tepat juga," tuturnya.
Baca juga: Peneliti BRIN: Jangan bangun infrastruktur di jalur sesar aktif
Danny mengatakan perlu dan penting membuat zona bahaya tsunami dengan sebaik-baiknya dan sedapat mungkin menghindari zona tersebut.
"Kalau tidak bisa (menghindari) maka setiap orang bertanggung jawab untuk paham cara dan juga tahu jalur evakuasinya," ujarnya.
Selain membuat peta tsunami, tindakan mitigasi tsunami lain yakni merencanakan tata ruang yang aman tsunami, membuat jalur evakuasi dan rencana darurat, melakukan pendidikan dan latihan masyarakat, serta dibantu dengan sistem peringatan dini tsunami atau tsunami early warning system (TEWS)
"TEWS jangan dijadikan tumpuan karena ini sebetulnya alat bantu saja bukan satu-satunya tindakan mitigasi bencana," kata Danny.
Danny menuturkan ke depan TEWS yang ada harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan konsep yang lebih terbaru.
"Tapi yang lebih penting dalam mitigasi bencana adalah jangan abaikan riset dan pendidikan, dan tindakan mitigasi yang lebih menyeluruh jangan hanya fokus ke TEWS," ujarnya.
Baca juga: BRIN: Harus lebih serius mitigasi potensi gempa 100 tahun ke depan
Baca juga: BRIN: Gempa magnitudo lebih dari 6,5 banyak terjadi di Indonesia timur
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021