"Gempa dengan magnitudo lebih dari 6,5 itu paling banyak terjadi di wilayah Indonesia timur dibandingkan dengan yang di Indonesia bagian barat," kata peneliti BRIN Danny Hilman Natawidjaja, dalam Webinar Professor Talk dengan tema "Refleksi Akhir Tahun: Membaca Secara Ilmiah Kebencanaan 2021 di Indonesia" di Jakarta, Senin.
Profesor riset bidang geologi gempa dan kebencanaan di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN itu menuturkan penyebab gempa lebih sering terjadi di Indonesia bagian timur pada lima tahun ke belakang adalah pergerakan lempeng yang lebih cepat di timur, yaitu lempeng pasifik.
Gempa terjadi karena pergerakan lempang. Lempeng pasifik di bagian timur bergerak 12 cm per tahun, sementara lempeng India-Australia di bagian barat relatif bergerak 7 cm per tahun terhadap lempeng eurasia, dan lempeng-lempang tersebut terus bergerak.
"Kalau kita lihat pergerakan lempeng yang lebih cepat di timur, seharusnya gempa lebih sering di timur," ujar peneliti ahli utama di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN itu.
Danny mengatakan saat ini mungkin infrastruktur di Indonesia timur tidak begitu banyak dan populasi tidak begitu banyak dibanding kawasan di bagian barat, sehingga efek risiko gempa masih kecil.
Namun, kata dia, sejalan dengan perkembangan populasi dan infrastruktur di tahun-tahun mendatang, maka efek merusak dari kejadian gempa akan semakin tinggi.
Oleh karenanya, menurut dia, perlu diperhatikan dan disiapkan langkah mitigasi bencana gempa di masa mendatang, termasuk pembangunan di wilayah Indonesia timur.
"Kalau tidak ada tindakan mitigasi bencana gempa, sudah bisa dipastikan ke depan akan memakan lebih banyak korban," tutur Danny.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021