Samarinda (ANTARA News) - Anggota Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Kalimantan Timur, Darlis Patolongi mengatakan, sangat mendukung pendirian maskapai penerbangan Kaltim Airlines yang akan dibiayai sepenuhnya pihak swasta.
"Sebenarnya kami bukan menolak pendirian Kaltim Airlines namun yang kami tidak sutuju jika dibiayai APBD. Sebagai warga Kaltim kita harus bangga jika ada pihak swasta yang akan mendirikan maskapai penerbangan," ungkap Darlis Patolongi di Samarinda, Senin.
Penolakan tersebut kata Darlis Patolongi yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Amanat Nasional Kaltim itu, karena APBD Kaltim sudah sangat terbebani oleh pembiayaan beberapa kegiatan yang membutuhkan anggaran besar.
"Walaupun belum diputuskan secara resmi namun kami perlu sampaikan dasar penolakan tersebut kepada Pemerintah Provinsi Kaltim sebab selama ini ada tudingan pihak DPRD tidak setuju Kaltim Airlines," kata Darlis Patolongi.
Darlis Patolongi menyatakan, telah menyampaikan lima alasan penolakan penggunaan APBD tersebut ke Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak.
"Alasan pertama, APBD kita saat ini harus memprioritaskan pembiayaan pada sektor Sumber Daya Alam (SDA) yang bisa diperbaharui diantaranya sektor pertanian untuk mengimbangi kegiatan eksploitasi SDA yang tidak bisa diperbaharui. Jadi, kita harus mengeluarkan dana yang cukup besar dalam rangka menggali berbagai potensi SDA terbarukan begitupula sektor lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan lingkungan," katanya.
"Kedua, masih banyak proyek besar yang dikhawatirkan banyak orang akan mangkrak sehingga hal inilah yang mesti menjadi perhatian untuk segera diselesaikan. Contohnya, pembangunan Bandara Samarinda Baru, penyelesaian pembanguan Jembatan Mahulu serta infrastruktur jalan," ungkap Darlis Patolongi.
Alasan ketiga yang menjadi dasar penolakan penggunaan APBD pada pendirian Kaltim Airlines itu kata dia karena bisnis penerbangan merupakan bisnis penuh resiko.
"Beberapa daerah yang pernah mengggagas bisnis penerbangan diantaranya, Riau Airlines saat ini tengah dililit permasalahan serta gagalnya rencana Jabar Aviation. Begitupula dengan maskapai penerbangan nasional seperti Mandala, Adam Air dan Jatayu kini mengalami kebangkrutan. Jadi, mestinya ini yang harus dijadikan contoh sebab jangan sampai jika terjadi masalah dikemudian hari, Kaltim Airlines dikhawatirkan akan kembali menjadi beban APBD kita," kata Darlis Patolongi.
Alasan keempat, SDM serta sarana prasarana Kaltim kata dia belum menunjang untuk pendirian sebuah maskapai penerbangan.
"Jika diperuntukkan bagi peberbangan pedalaman dan perbatasan tentunya sarana dan parasana belum mendukung. Di beberapa daerah panjang `runway` (landas pacu) belum memenuhi spesifikasi sebab di beberapa bandara panjang landas pacunya hanya 800 meter bahkan ada yang 750," kata Darlis Patolongi.
Kelima, biaya operasional Kaltim Airlines tersebut tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk membeli tiket.
"Dari hasil pemaparan, biaya tiket Kaltim Airlines itu diperkirakan Rp600 ribu. Tentunya, harga itu sangat membebani masyarakat sehingga kami berpendapat pendirian Kaltim Airlines itu sebaiknya diserahkan sepenuhnya ke pihak swasta dan pemerintah hanya memberikan subsidi agar biayanya dapat menjangkau masyarakat pedalaman," ungkap Darlis Patolongi.
Pemerintah kata dia sebaiknya hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator.
"Jadi, sebagai fasilitator, pemerintah memberikan kemudahan izin kepada pihak swasta dalam pendirian Kaltim Airlines, membanguan infrsatruktur serta sarana dan prasarana bandara sementara fungsi regulator yakni mempersiapkan peraturan daerah untuk memperkuat posisi maskapai penerbangan tersebut dan aturan terkait subsidi ongkos angkut barang dan orang," kata Darlis Patolongi. (A053/A020/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011