Palu (ANTARA News) - Koalisi masyarakat sipil pro perdamaian dan demokrasi di Sulawesi Tengah (Sulteng) yang tergabung dalam "Poso Center", mendesak pemerintah untuk menarik semua pasukan non-organik dari wilayah Poso. "Kami minta pasukan TNI yang di BKO (bawah kendali operasi)-kan di wilayah Poso untuk segera ditarik," kata Koordinator Poso Center Yusuf Lakaseng kepada pers di Palu, Kamis. Menurutnya, keberadaan aparat keamanan non-organik dalam jumlah begitu banyak (lebih 3.000 orang) bukanlah sebuah solusi untuk menciptakan rasa aman dan mencegah terjadinya tindak kekerasan, tapi sebaliknya aparat justru telah menjadi bagian dari konflik itu sendiri. Ia mencontohkan, peristiwa beruntun pada Senin dan Selasa pekan ini di Poso, seperti saling lepas tembakan antara kelompok oknum TNI dan Polri, peledakan bom di depan Gereja Sion disusul terjadinya kebakaran di lima kantor pemerintah daerah, justru telah mendestabilitasi situasi dan menimbulkan keresahan masyarakat. "Ini berdampak buruk bagi masyarakat, terlebih bagi aparat yang bertugas untuk menjaga dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat luas," tuturnya. Lakaseng menjelaskan, ketegangan antar-anggota aparat keamanan yang berbeda kesatuan di Poso tidak bisa dilihat sebagai sekedar kesalahpahaman, tapi dalam perspektif lebih bahwa rivalitas kedua institusi pengamanan (TNI dan Polri) telah menjadi rumor di masyarakat Poso sendiri. "Rivalitas ini justru berdampak pada lemahnya komando dan koordinasi operasi oleh badan-badan operasi pengamanan yang sekarang dibawah kendali Satgas Poso," tuturnya, dan menambahkan bisa jadi perseteruan itu terkait soal perebutan otoritas penanganan proyek pengamanan di sana. Ia menilai keberadaan pasukan TNI nonorganik di Poso sangat tidak tepat sebagai pasukan yang diperbantukan karena Poso tidak dalam situasi ancaman kerusuhan, apalagi terjadinya perang. Atas dasar itu, katanya, pasukan TNI nonorganik di wilayah Poso segera ditarik dan penanganan masalah keamanan di daerah itu sepenuhnya diserahkan kepada polisi. Poso Center juga mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen sebagai institusi yang bertugas mengungkap fakta objektif atas berbagai aksi kekerasan dan kejahatan kemanusiaan lain di wilayah Poso kurun tujuh tahun terakhir. "Pembentukan TGPF itu sangat penting agar masalah-masalah yang terjadi di sana selama ini dapat dituntaskan secara obyektif dan berkeadilan," katanya. Ia mengimbau masyarakat Poso tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh upaya sistematis yang dilakukan oknum-oknum tak bertanggungjawab melalui berbagai bentuk kejahatan kemanusiaan. Pada suatu kesempatan di Palu, Komandan Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Koopskam) Sulteng, Irjen Pol Paulus Purwoko, mengimbau semua pihak untuk tidak terpengaruh dengan berbagai isu yang berusaha memecah belah masyakarat, masyarakat dengan aparat keamanan, serta aparat keamanan dengan aparat keamanan di Poso. "Ini sangat berbahaya bagi kesatuan dan persatuan bangsa," tutur Purwoko, seraya menjelaskan bahwa insiden ketegangan antara beberapa oknum anggota TNI dan Polri di Poso pada Senin malam (9/1) murni karena kesalahpahaman belaka dan masalahnya pun sudah diselesaikan oleh masing-masing pimpinan kesatuannya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006