Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap penerapan karantina bagi pelaku perjalanan internasional untuk mencegah meningkatnya kasus COVID-19 di Tanah Air.
"Yang perlu diperhatikan adalah konsistensi pengawasannya dalam melakukan karantina," katanya dalam acara "Kupas Tuntas Prosedur Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pengawasan harus diperketat terutama terhadap pelaku perjalanan internasional yang melakukan karantina mandiri.
"Kalau monitoring-nya tidak ketat, yang bahaya itu ketika karantina itu ada kebobolan. Itu bisa terjadi terutama mereka yang karantina di hotel, tempat pribadi," tuturnya.
Pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah yang menambah jumlah masa karantina bagi WNA/WNI yang baru datang dari luar negeri.
Menurut dia, hal itu merupakan langkah tepat untuk mencegah merebaknya varian Omicron di Indonesia.
"Saya rasa langkah yang cukup tepat, tentu saja dengan ditunjang dengan tes, jadi tidak hanya karantina untuk melakukan screening sehingga mereka yang masuk, benar-benar yang risiko rendah," katanya.
Lama masa karantina sesuai dengan ketetapan pemerintah saat ini berlaku selama 10 hari dan khusus 14 hari bagi WNI yang datang dari 13 negara yang dilarang masuk ke Indonesia akibat varian Omicron.
Sebanyak 13 negara tersebut adalah Afrika Selatan, Botswana, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, Lesotho, Inggris, Norwegia, dan Denmark.
Tiga belas negara ini berkaitan erat dengan penularan varian Omicron.
Baca juga: Satgas: Fasilitas karantina mencukupi untuk hadapi potensi lonjakan
Baca juga: Satgas tegaskan hotel untuk karantina dan liburan harus terpisah
Baca juga: KSP: Karantina mandiri bukan hanya untuk pejabat negara
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021