Perlu semua lini untuk bersama melakukan pencegahan dan pengawasan

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan penanganan kasus sengketa, konflik, maupun kejahatan pertanahan sebagai aksi dari hulu agar celah mafia tanah tak semakin membesar ke depannya.

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR/BPN RB Agus Widjayanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya mengimbau kepada PPAT sebagai mitra Kementerian ATR/BPN untuk turut melakukan pencegahan bersama.

"Mencegah ini melakukan upaya terhadap sesuatu yang tidak kita harapkan itu terjadi sehingga rasanya, kita tidak bisa melakukan sendiri. Perlu semua lini untuk bersama melakukan pencegahan dan pengawasan," kata Agus saat kegiatan Peningkatan Kompetensi Majelis Pembina dan Pengawas PPAT yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah.

Dirjen PSKP juga menyebut bahwa salah satu isu strategis yang menjadi fokus penanganan ialah persoalan atas hak. Ia berkata jika penyebab-penyebab persoalan ini dapat diketahui lebih awal dan ditekan, potensi permasalahan yang nantinya akan berujung kepada sengketa dan konflik pertanahan dapat dicegah.

"Saya berharap teman-teman bisa melakukan pencegahan bersama dari faktor-faktor timbulnya masalah dalam jual beli, peralihan hak dan pendaftaran peralihan hak," kata Agus.

Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang Hary Sudwijanto menyebut bahwa banyak celah-celah adanya mafia tanah yang muncul dari berbagai pihak. Hal ini seperti dalam kasus mafia tanah yang tengah ramai mencuat, disebabkan adanya oknum PPAT yang melegalkan jual beli tanah dengan tidak memeriksa keaslian dokumen.

"Hal ini kemudian berlanjut kepada oknum BPN yang menerbitkan sertifikat hasil pemalsuan oleh mafia tanah," kata Hary Sudwijanto.

Jika menilik dari beberapa faktor penyebab sengketa dan konflik pertanahan, Hary mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya ialah produk hukum yang diterbitkan melalui tindakan melawan hukum.

"Oleh karena itu, butuh peran PPAT dalam mencegah hal ini. Bagaimana mekanisme pengawasannya untuk mengeliminasi terjadinya hal-hal yang berujung kepada sengketa dan konflik pertanahan," katanya.

Baca juga: BPN: Bank Tanah jamin ketersediaan tanah untuk kepentingan umum
Baca juga: Kemenag-Kementerian ATR/BPN teken MoU sertifikasi tanah wakaf
Baca juga: Menteri ATR/BPN serahkan 15 ribu sertifikat tanah untuk Gorontalo

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021