Jakarta (ANTARA) - Seiring masih terjadinya kasus COVID-19 di tengah penyebaran varian Omicron, pemerintah dan tenaga kesehatan terus mendorong orang-orang untuk divaksinasi secara lengkap yakni dosis 1 dan 2. Beberapa waktu lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) bahkan merilis pedoman baru kapan orang-orang harus mendapatkan dosis booster.
Rekomendasi booster ini, menurut CDC, bertujuan membangun kembali perlindungan yang mungkin telah berkurang sejak rangkaian vaksinasi awal. Penelitian menunjukkan, booster bisa mengurangi kemungkinan seseorang terkena COVID-19 atau menjadi sakit parah jika tertular.
Dari sisi cara kerja, ketika seseorang mendapatkan vaksin apa pun, maka sistem kekebalan memasang respons antibodi untuk melawan infeksi di masa depan. Tetapi, seiring berjalannya waktu, respons kekebalan melemah dan suntikan booster memperkenalkan kembali sistem kekebalan pada patogen sehingga membuat lebih banyak sel penghasil antibodi.
Baca juga: Vaksin masih ampuh tangani varian corona dan kemungkinan modifikasi
Faktor kunci dalam proses ini yakni jenis sel darah putih yang disebut sel B pada tubuh menunggu untuk mengenali dan melawan patogen yang sama.
"Begitu Anda memasukkan suntikan lain, sel B memori Anda dapat merasakan protein yang dibuat oleh virus, kemudian mereka mulai membuat lebih banyak antibodi," ujar asisten profesor mikrobiologi-imunologi di Chicago's Northwestern University Feinberg School of Medicine, Pablo Penaloza-MacMaster, PhD, seperti dikutip dari Health, Kamis.
Penaloza-MacMaster mengatakan, booster mungkin menawarkan lebih banyak perlindungan silang terhadap varian yang berbeda.
Pihak Johnson & Johnson melaporkan, ketika orang menerima booster dua bulan setelah suntikan pertama, tingkat antibodi meningkat empat hingga enam kali lipat.
Sementara itu, tingkat antibodi meningkat 37 kali lipat oleh booster Moderna dan 25 kali lipat oleh booster Pfizer, menurut laporan dari NBC.
Lalu, berapa lama booster yang dibutuhkan untuk menjadi efektif? Sayangnya, tidak mungkin untuk mengetahui saat yang tepat kapan vaksin booster menjadi efektif sepenuhnya.
Kecil kemungkinan seseorang mendapatkan perlindungan ekstra sehari setelah mendapatkan booster karena biasanya diperlukan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu bagi sel-sel memori untuk menghasilkan lebih banyak antigen.
"Kita tahu, antara minggu pertama dan kedua memiliki peningkatan besar dalam perlindungan, tetapi belum ada eksperimen yang melihat jam atau hari," ujar Penaloza-MacMaster.
Sementara itu, pakar penyakit menular di Johns Hopkins Center of Health Security, Amesh A. Adalja, MD mengatakan, kebanyakan orang akan mengalami beberapa efek positif dari booster dalam waktu seminggu, tetapi efek penuhnya diyakini akan muncul dalam dua minggu setelahnya.
"Secara umum, begitulah sistem kekebalan merespons dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat perlindungan puncak," kata dia.
Data CDC yang melacak peserta uji coba vaksin Pfizer selama 100 hari setelah booster menunjukkan, efek positif suntikan dapat dimulai segera setelah tujuh hari setelah mendapatkan booster.
Dalam uji coba, orang dengan booster Pfizer berisiko jauh lebih rendah mengalami infeksi gejala COVID-19 antara seminggu hingga dua bulan setelah mendapatkan booster dibandingkan dengan orang dengan dua suntikan yang menerima booster plasebo.
Ada beberapa catatan lain mengenai booster ini, yakni hal dapat mengganggu efektivitas booster. Dr. Adalja menuturkan, orang lanjut usia biasanya kurang efektif mendapatkan efek vaksin dan orang yang menggunakan obat penekan kekebalan tertentu mungkin tidak mendapatkan manfaat penuh.
"Ini berlaku untuk vaksin apa pun," tutur dia.
Selain itu, ada satu faktor lain yang dapat memengaruhi efektivitas booster yakni waktu antar dosis. Menurut Penaloza-MacMaster, semakin lama interval antara vaksin awal dan booster, maka semakin baik antibodi yang dapat dibuat sel memori.
Baca juga: Pakar AS: COVID bisa jadi endemi jika semua orang divaksin 'booster'
Baca juga: Uni Eropa izinkan vaksin 'booster' COVID Pfizer-BioNTech
Baca juga: Swiss sarankan vaksin "booster" COVID bagi lansia 65 tahun ke atas
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021