Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menyatakan kredit perbankan sampai dengan April 2011 tumbuh cukup besar yaitu Rp350,8 triliun atau 23,8 persen (year on year), sementara dana pihak ketiga (DPK) meningkat Rp364,9 triliun atau atau 18,5 persen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad menyampaikan hal itu dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, dengan perkembangan tersebut, rasio LDR perbankan meningkat dari 75,15 persen (Desember 2010) menjadi 77,98 persen (April 2011).
Selain itu, kualitas kredit industri perbankan juga relatif terkendali, yaitu rasio kredit bermasalah (NPL) secara gross dan nett (tanpa kredit penerusan/ channeling) per Maret 2011 masing-masing tercatat sebesar 2,8 persen dan 0,5 persen atau cukup stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Efisiensi perbankan juga semakin membaik, ditunjukkan dengan menurunnya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dari sebesar 80 persen pada bulan Desember 2010 menjadi sebesar 77,8 persen pada bulan Maret 2011.
Perbaikan kinerja tersebut berdampak pada peningkatan profitabilitas perbankan. Pada bulan Maret 2011, ROA industri perbankan tercatat sebesar 3,1 persen atau meningkat dibandingkan posisi Desember 2010 sebesar 2,7 persen.
Hal ini berdampak positif pada permodalan industri perbankan, dimana pada bulan Maret 2011, CAR industri perbankan tercatat sebesar 17,6 persen atau jauh di atas batas minimum sesuai ketentuan sebesar 8 persen sehingga cukup kuat sebagai buffer risiko.
Muliaman dalam kesempatan itu mengatakan bahwa Bank Indonesia akan segera menyusun pengaturan pedoman penyusunan strategi antifraud yang harus diterapkan dalam sistem pengendalian internal bank untuk mencegah terjadinya kasus-kasus penyimpangan operasional di perbankan.
Menurutnya, pedoman antifraud tersebut harus mencakup empat tahapan yaitu tahap preventif yang mencakup penguatan governance, pengawasan aktif dari manajemen, dan penerapan prinsip "know your employee", tahap deteksi termasuk "whistleblowing system", fraud data, dan pelaporannya.
Kemudian tahap ketiga adalah investigasi yang meliputi standar investigasi, evaluasi kelemahan sistem, dan pengenaan sanksi, dan empat tahap monitoring yang meliputi evaluasi mengenai asesmen dan "appetite risiko fraud" yang terjadi di bank.
(D012/A035)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011