Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR meminta Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi mengganti manajemen kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi yang berkinerja buruk.
Permintaan tersebut merupakan kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Kepala BP Migas R Priyono di Jakarta, Selasa.
Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya mengatakan, pihaknya meminta BP Migas meminimalkan gangguan produksi tak terencana (unplanned shutdown).
"Upaya yang dilakukan baik teknis maupun nonteknis termasuk mengganti manajemen kontraktor yang tidak mendukung peningkatan produksi dan peningkatan kapasitas nasional," ujarnya.
Kesimpulan rapat lainnya adalah Komisi VII DPR meminta BP Migas meningkatkan laju pengurasan kontraktor yang masih rendah yakni di bawah rata-rata nasional sebesar 8,8 persen.
Komisi VII DPR juga mendesak BP Migas melakukan optimalisasi produksi PT Pertamina EP yang mempunyai 48 persen total areal wilayah kerja, namun produksi hanya 123.000 barel per hari dan laju pengurasan yang 4,5 persen.
"Optimalisasi lapangan Pertamina khususnya di 165 struktur `idle` (belum termanfaatkan) dan reaktivasi 5.244 sumur tua, sehingga produksi bisa mencapai 200.000 barel per hari pada 2015," katanya.
Priyono mengatakan, pihaknya siap mengevaluasi manajemen kontraktor yang tidak memenuhi target.
"Kami sudah pernah melakukan penggantian manajemen seperti di Kangean," ujarnya.
Pada rapat tersebut, BP Migas menyampaikan sebanyak 29 kontraktor belum mencapai target APBN 2011 sampai 30 April 2011.
Sepuluh kontraktor terbesar belum mencapai target adalah Kodeco Energy, PT Chevron Pacific Indonesia, ConocoPhillips Ltd, PT Pertamina EP, Total E&P Indonesie, JOB Pertamina-Talisman (Jambi Merang), JOB Pertamina-Golden Spike, CNOOC SES Ltd, PT Sele Raya, dan JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi.
BP Migas memperkirakan produksi minyak mentah dan kondensat sampai akhir 2011 hanya mencapai antara 933.000 hingga 945.000 barel per hari.
Prognosa tersebut masih 96-97 persen dari target APBN 2011 sebesar 970.000 barel per hari.
"Kendala utama belum mencapai target produksi adalah `unplanned shutdown`," kata Priyono.(*)
(T.K007/S006)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011