Sanaa (ANTARA News) - Bentrokan bersenjata meletus Senin antara polisi Yaman dan orang suku yang setia pada pemimpin oposisi Sadiq al-Ahmar di Sanaa, yang mengakibatkan sejumlah orang cedera, kata beberapa saksi dan pejabat keamanan.
Bentrokan itu, yang terjadi di dekat rumah Ahmar di ibu kota Yaman tersebut, melibatkan tembakan senapan mesin dan granat, kata saksi.
Sejumlah orang cedera dalam pertempuran tersebut, kata pejabat keamanan yang menolak disebutkan namanya, tanpa merinci jumlahnya atau dari pihak mana.
Ahmar, yang memimpin federasi suku Hashid, kelompok terbesar di Yaman dan dulu merupakan sumber utama kekuatan bagi Presiden Ali Abdullah Saleh, pada Maret berjanji mendukung oposisi.
"Saya mengumumkan atas nama semua anggota suku saya bahwa saya ikut dalam revolusi," kata Ahmar, yang mendesak Saleh membebaskan Yaman dari pertumpahan darah dan mengundurkan diri dengan damai.
Bentrokan Senin itu terjadi setelah Saleh pada Minggu menolak menandatangani rencana transisi kekuasaan yang ditengahi negara-negara Teluk yang akan menetapkannya menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, Saleh dan para pembantunya akan mendapat kekebalan dari penuntutan.
Oposisi Yaman menandatangani perjanjian transisi itu Sabtu setelah ada indikasi dari para penengah Teluk bahwa Saleh akan menandatanganinya sehari kemudian.
Namun, Saleh menuntut para pemimpin oposisi menandatangani lagi perjanjian itu di depannya, di istana. Oposisi menolak permintaan itu dengan alasan mereka sudah menandatanganinya.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 180 orang.
Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini, demikian AFP melaporkan. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011