Perbedaan itu terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terutama yang menyangkut keanggotaan Komisi Pemilihan Umum dan posisi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Wakil Ketua Komisi II, Taufik Effendi dalam pandangannya tetap meminta agar keanggotaan KPU bisa berasal dari partai politik, pegawai negeri sipil yang telah mengundurkan diri sebelum mendaftarkan diri.
"Gagasan untuk membuka ruang bagi parpol maka harus dilihat dari sisi yang lebih luas yaitu anggota individual dengan syarat mengundurkan diri sejak mendaftar. Hal ini juga mengacu pada dimana hak individu seseorang tidak bisa dibatasi," kata Taufik saat Rapat Kerja dengan pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.
Lebih lanjut Taufik Effendi mengatakan, DPR memandang bahwa desain anggota Dewan Kehormatan KPU juga perlu diubah, yakni ke depan cukup satu lembaga yang disebut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) beranggotakan unsur dari KPU 1 orang, Bawaslu 1 orang, masyarakat 3 orang, dan parpol yang memiliki kursi di DPR.
"Dewan Kehormatan ini cukup dibentuk pada tingkat nasional saja dan bersifat permanen. Dewan Kehormatan ini sudah dibentuk sebelum tahapan pemilu dimulai agar mereka bisa bekerja sejak awal. Keputusan dan rekomendasi Dewan Kehormatan bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu," terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II, Abdul Hakam Naja dari FPAN mengakui, pembahasan revisi UU 22/2007 bakal alot karena posisi pemerintah persis pada posisi undang-undang lama, meskipun sejak awal disepakati bahwa UU ini selesai dua tahun enam bulan sebelum pemilu.
Selain itu, perbedaan krusial yang akan mengganjal adalah mengenai waktu pengunduran diri bagi kalangan parpol atau pejabat publik yang ingin mendaftar sebagai anggota KPU dimana pemerintah masih menginginkan lima tahun sebelum mendaftar sudah mengundurkan diri terlebih dahulu.
"DIM-nya dari DPR sudah jelas, meskipun antara nol dan lima tahun itu masih ada perbedaan dan pemerintah mengambil posisi yang lima tahun. Tetapi tentu dalam pembahasan di tingkat Panja dan Raker kita coba seperti biasa. Kalau nanti belum ada titik temu ada forum lobi, nanti kita juga akan bicarakan lagi,” kata Hakam.
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi tetap meminta agar sebisa mungkin keanggotaan KPU bebas dari parpol. Menurutnya, meskipun telah mengundurkan diri dari keanggotaan parpol, tetapi ada keterkaitan dengan faktor sosiologis. Selain itu, independensi KPU bisa diragukan mengingat parpol adalah peserta pemilu.
"Kalaupun ada dari parpol, selambat-lambatnya lima tahun tidak lagi menjadi anggota parpol yang dibuktikan oleh surat keterangan dari parpol yang bersangkutan. Jadi, lembaga penyelengara pemilu yang netral dan profesional dapat terwujud," kata Gamawan.
Terkait DKPP, pemerintah mengusulkan agar lembaga ini bersifat adhoc bukan tetap, mengingat DKPP bukan lembaga tersendiri di luar KPU dan Bawaslu karena hanya menangani dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu serta jajarannya.
"Keanggotaan DKPP juga harus mencerminkan netralitas, dimana unsurnya terdiri atas tujuh orang, yaitu dari dua orang KPU, dua Bawaslu, dan tiga orang dari masyarakat. Itu sudah cukup," kata Gamawan
(zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011