Banda Aceh (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menyatakan rencana pembukaan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri seluas 10.384 hektare di Kabupaten Aceh Utara akan memicu konflik satwa dengan manusia.
"Lahan hutan yang akan dibuka itu berada dekat pemukiman penduduk. Kalau lahan tersebut dibuka, dipastikan satwa akan menuju perkampungan," ujar Ketua Divisi Riset dan Kajian Publik Walhi Aceh Mursalin di Banda Aceh, Senin.
Ia mengatakan, lokasi hutan yang akan dibuka itu sebagian besar berada di Kecamatan Nisam antara Aceh Utara. Rencananya, pembukaan lahan hutan kayu dilakukan PT Rencong Pulp dan Paper Industry.
Menurut dia, Walhi Aceh telah menginventaris beberapa satwa liar yang berpotensi besar menimbulkan konflik dengan masyarakat di lahan yang akan dibuka tersebut.
"Seperti gajah, harimau, kera, dan babi hutan. Satwa tersebut berpotensi konflik dengan penduduk karena mereka berpindah ke pemukiman penduduk jika dari hutan yang menjadi habitatnya ditebangi," katanya.
Selain itu, kata dia, berdasarkan pengakuan masyarakat setempat, pemukiman mereka juga sering mendapat gangguan dari satwa liar, terutama gajah.
"Kami mencatat terjadi belasan kali terjadi konflik satwa di daerah itu sejak empat bulan terakhir. Jika rencana pembukaan kawasan hutan ini terealisasi, maka konflik tersebut akan bertambah banyak," katanya.
Kecuali itu, kata dia, rencana perusahaan mengalihkan kawasan pelestarian satwa liar juga tidak realistis. Sebab, lahan yang akan dijadikan kawasan pelestarian memiliki kemiringan sekitar 40 persen.
Dengan kemiringan sebesar itu, frekuensi satwa liar dan kerapatan tumbuhan jarang ditemukan. Kalau ini tetap dipaksakan, maka upaya pelestarian satwa tersebut dipastikan gagal," katanya.
Ia mengatakan, Walhi Aceh telah menyampaikan potensi konflik ini kepada anggota Komisi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Provinsi Aceh terkait rencana pembukaan lahan hutan di Aceh Utara tersebut.
"Ironisnya, konflik satwa tidak dianggap sebagai sebuah dampak penting dalam rencana pengelolaan kawasan hutan tersebut. Hal ini bisa dilihat dalam dokumen Amdalnya. Kami menyayangkan keputusan Komisi Amdal Provinsi Aceh," ungkap Mursalin.
(KR-HSA/N005)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011