Jakarta (ANTARA News) - Jutaan warga Indonesia, Jumat malam (20/5) disuguhkan sebuah adegan memalukan yang diperlihatkan oleh mereka yang seharusnya menjunjung tinggi azas sportivitas, yaitu sebagian pengurus sepak bola saat kongres PSSI di Hotel Sultan Jakarta.
Dalam kongres yang disiarkan langsung stasiun televisi TVOne itu, terlihat dengan jelas bagaimana sebuah kongres yang seharusnya sebagai ajang mencari solusi untuk mengangkat sepak bola Indonesia yang sedang terpuruk, berubah menjadi adu ngotot yang tidak berujung.
Di hadapan pengawas Thierry Regenass dari Badan Sepak Bola Dunia (FIFA), sebagian pemilik suara anggota PSSI tersebut seperti tidak punya rasa malu dengan terus menerus melakukan interupsi dan memaksakan kehendak agar Komisi Banding memberikan penjelasan atas diterimanya pencalonan George Toisutta dan Arifin Panigoro. Padahal masalah tersebut tidak ada dalam agenda kongres.
Berulangkali terlihat Regenass hanya bisa geleng-geleng kepala dan menggaruk-garuk kepala untuk mengungkapkan keheranan dan kekesalan atas sekelompok anggota yang terus menerus berusaha mengganggu jalannya kongres dengan melancarkan interupsi tidak berkesudahan.
Setelah hujan interupsi dan saling ngotot tersebut berlangsung selama lebih dari enam jam, Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar yang memimpin sidang pun tidak punya pilihan lain selain mengetuk palu menyatakan kongres dihentikan.
Kongres yang semula diharapkan akan menjadi awal dari kebangkitan sepak bola nasional setelah beberapa dekade tidak kunjung berprestasi di bawah kepemimpinan Nurdin Halid, akhirnya harus dihentikan tanpa menghasilkan satu keputusan apa pun.
Hampir semua lapisan masyarakat, bahkan yang bukan penggemar sepak bola pun menyatakan kegeraman mereka dengan suguhan yang sama sekali jauh dari nilai-nilai sportivitas tersebut.
Berbagai pernyataan, dari yang halus sampai makian paling kasar pun bermunculan dari segala penjuru, termasuk di jejaringan sosial seperti twitter dan facebook.
Adalah anggota Komite Normalisasi Anggota Komite Normalisasi FX Hadi Rudyatmo yang dengan tegas menyatakan bahwa pemilik suara PSSI atau dikenal sebagai Kelompok 78 sebagai penyebab dari segala kekisruhan yang terjadi.
Kelompok 78 adalah pemilih suara sah anggota PSSI yang tetap ngotot untuk mencalonkan George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai ketua umum PSSI periode 2011-2015, meski kedua nama tersebut sudah dicoret oleh FIFA sebagai calon.
"Kelompok 78 harus bertanggung jawab atas kisruh Kongres PSSI, apabila FIFA akhirnya memberi sanksi kepada PSSI," kata Rudyatmo yang sudah kembali ke kota asalnya Solo, Sabtu.
Sebelum kongres dinyatakan dihentikan oleh Agum, Rudyatmo memutuskan untuk meninggalkan ruang sidang karena tidak tahan dengan sikap sebagian peserta yang terus memaksa dan menjelek-jelekkan Agum, jendral purnawirawan yang juga pernah menjadi Ketua Umum PSSI itu.
Sanksi FIFA
Hal yang paling ditakuti dari kongres yang ricuh tersebut adalah jatuhnya sanksi dari FIFA, badan sepak bola tertinggi di dunia. Akibatnya, tim nasional Indonesia yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, tidak akan bisa bertanding di hadapan pendukungnya sendiri di SEA Games 2011 pada November mendatang di Jakarta dan Palembang.
Sanksi FIFA juga berpengaruh terhadap Sriwijaya FC dan Persipura Jayapura karena dua klub itu saat ini lolos babak 16 besar Piala AFC 2011. Mereka terancam tidak bisa melanjutkan pertandingan.
Menpora Andi Mallarangeng yang secara resmi membuka kongres tersebut, menyampaikan penyesalannya atas kekisruhan tersebut.
"Kami menyesalkan Kongres Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang gagal melakukan pemilihan sehingga dihentikan Komite Normalisasi," kata Andi yang berada di Yogyakarta untuk menghadiri peringatan Dies Natalis ke-47 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Sebagaimana juga diharapkan seluruh masyarakat di Tanah Air, Andi mengatakan bahwa pihaknya berharap peristiwa dalam kongres tersebut tidak menjadikan FIFA memberi sanksi pada PSSI.
"Kami berharap tidak ada sanksi dari FIFA. Pemerintah akan melakukan komunikasi dengan KONI/KOI dan FIFA untuk mencari solusi terbaik ke depan," katanya.
Selama ini, pemerintah menurut Andi sudah mencoba memberi jalan dengan lengsernya kepengurusan lama di tubuh PSSI, namun kondisi tersebut ternyata belum bisa menyelesaikan masalah.
"Pada dasarnya pemerintah tidak ingin campur tangan dalam proses pemilihan dan pembentukan kepengurusan baru, karena hal itu merupakan hak anggota PSSI dalam kongres bersama Komite Normalisasi. Namun, pemerintah akan mencari solusi," kata mantan juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Di Padang, pengamat sepak bola dari Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat Emral Abus mengimbau agar kelompok 78 tidak terlalu memaksakan kehendak untuk tetap mencalonkan George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai calon Ketua Umum PSSI.
"Gagalnya kongres tersebut merupakan bentuk pemaksaan kehendak yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam kongres yang akan menentukan masa depan PSSI mendatang," katanya di Padang, Sabtu, ketika diminta tanggapannya terkait gagalnya kongres PSSI.
Menurut Emral, peserta kongres dan kelompok 78 seharusnya menjalankan agenda yang sudah ditetapkan komite normalisasi, yakni memilih ketua dan wakil ketua serta memilih anggota eksekutif PSSI.
"Bukan membahas calon yang sudah dibatalkan oleh komite normalisasi dalam kongres tersebut," kata dosen di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) UNP itu.
Sebaliknya, pemilik suara PSSI atau lebih dikenal dengan sebutan Kelompok 78, justru menyatakan optimistis Indonesia akan lolos sanksi dari FIFA karena pihaknya menilai Kongres PSSI berjalan normal.
Dalam sebuah acara jumpa pers di Jakarta, Yunus Nusi yang mewakili Kelompok 78 yang juga dikenal sebagai pendukung George Toisutta dan Arifin Panigoro itu, justru menilai bahwa kongres tidak ricuh.
"Semua yang terlibat pada kongres maupun masyarakat yang menyaksikan tahu jika kongres tidak ricuh. Yang terjadi hanya sebuah dinamika. Jadi kami optimistis FIFA tidak akan mengeluarkan sanksi," kata Yunus.
Menurut penilaian Kelompok 78, Kongres PSSI telah gagal membuat keputusan karena Ketua Komite Normalisasi tidak bisa memimpin kongres secara terbuka dan demokratis.
Bertolak belakang dengan pernyataan Hadi Rudyatmo, anggota Komisi Normalisasi (KN), justru KN-lah yang harus bertanggung jawab jika FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI karena selama kongres sehingga kemudian dihentikan secara sepihak, mayoritas peserta masih tetap berada di lokasi kongres.
Yang bisa dilakukan saat ini oleh seluruh pemangku kepentingan sepak bola Indonesia, hanyalah menunggu ketok palu dari FIFA pada 1 Juni mendatang, setelah Komite Eksekutif FIFA bersidang pada 30 Mei mendatang.
(A032/Z002)
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011