Jakarta (ANTARA News) - Rombongan Komisi I DPR RI merasa tidak nyaman di negeri orang, Amerika Serikat.Ketidaknyamanan tersebut menimpa sejumlah anggota Komisi I DPR RI yang melakukan studi banding soal penyiaran ke Amerika Serikat saat reses lalu. Kejadian itu terjadi pada Sabtu 14 Mei lalu.
"Rombongan Komisi I DPR RI merasa tidak nyaman di Amerika Serikat saat studi banding lalu," kata anggota Komisi I DPR Nurhayati Ali Assegaf di Jakarta, Sabtu.
Anggota Komisi I DPR RI yang berjumlah 10 orang saat "check out" dari sebuah hotel di Washington pagi hari waktu setempat untuk makan pagi dan melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak yang telah diagendakan oleh Komisi I DPR RI. Pertemuan berlangsung dari jam 09.00 waktu setempat hingga sore hari.
Setelah istirahat sejenak, rombongan meninggalkan Washington menuju New York untuk bertemu dengan Komisi Penyiaran Amerika Serikat, sekitar pukul 20.30 waktu setempat.
"Semula rombongan akan menggunakan kereta api ke New York karena membutuhkan waktu tiga jam. Tapi atas saran dan berbagai pertimbangan dari KBRI akhir rombongan menggunakan bus dan memakan waktu empat jam," demikian dikatakan oleh anggota Komisi I DPR RI Nurhayati Ali Assegaf.
Setelah semuanya siap, rombongan beranjak meninggalkan Washington. Namun tak selang berapa lama, di wilayah Maryland, kejadian ketidaknyamanan mulai dialami oleh rombongan tersebut. Pasalnya bus yang mereka tumpangi mengalami pecah ban.
"Setelah diperbaiki dan akan berangkat pukul 02.00 waktu setempat, barulah pihak KBRI datang. Maka terjadi ketidaknymanan yang membuat badan lemas karena sejak check out dari hotel hingga malam itu, tak sempat istirahat sama sekali," ujar President of Coordinating Committee of Women Parliementarians of Inter Parliementary Union itu.
Ia menambahkan, perjalanan sekitar 4 jam dengan menggunakan bus tambah menyiksa dan sungguh melelahkan. Rombongan tiba di New York pukul 06.00 waktu New York.
"Paginya kami langsung bertemu dengan Komisi Penyiaran Amerika Serikat hingga sore. Luar biasa, dan untungnya, tak ada satupun dari teman-teman yang mengeluh meskipun tak ada waktu untuk istirahat," ujar Nurhayati.
Terkait studi banding ke Komisi Penyiaran AS tersebut, ia menyebutkan, AS sebagai negara demokrasi terbesar masih membatasi soal apa yang patut ditayangkan dan mana yang tidak patut ditayangkan.
"Indonesia ini lebih maju sebenarnya dari AS soal penyiaran. Di AS, bila ada dalam pidato atau speech kata-kata kasar atau kotor, maka akan ditayangkan pada malam hari, dimana anak-anak sudah tidur. Tidak ditayangkan pada waktu prime time. Beda di Indonesia, bisa ditayangkan di waktu prime time, dimana waktunya bagi anak-anak menonton televisi," ujar Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI itu.
Begitu juga soal iklan, Komisi Penyiaran AS menetapkan adanya pemerataan dalam hal pemasangan iklan di sebuah media televisi.
Dari pengalaman tersebut, Nurhayati berharap, LSM dan juga masyakarat Indonesia yang selama ini selalu memandang negatif kepada DPR RI bisa mengubah sikap apriori mereka.
"Kalau kita bawa LSM itu, mereka akan merasakan bagaimana anggota DPR RI itu bekerja demi kepentingan bangsa. Jadi saya harap, kedepan bisa diubah pandangan negatif tersebut," imbau dia.(*)
(Zul/R009)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011