Khartoum (ANTARA News) - Militer Sudan Utara dan Selatan, Jumat (20/5), saling menyalahkan mengenai serangan di wilayah sengketa di perbatasan, Abyei, yang menandai ketegangan dalam proses pemisahan diri wilayah Selatan pada Juli.
Militer Sudan Selatan menuduh Sudan Utara menggunakan tank dan artileri dalam serangan terhadap empat desa pada Jumat.
Militer Khartoum belum mengeluarkan komentar tapi sebelumnya menuduh tentara Sudan Selatan menyergap tentara Sudan Utara yang melakukan perjalanan dalam rombongan bersama dengan personel pemelihara perdamaian PBB pada Kamis.
Amerika Serikat, salah satu pendukung utama kesepakatan perdamaian bersejarah Sudan 2005, mencela serangan itu dan mendesak kedua pihak agar menghentikan semua aksi militer di Abyei.
"Para pemimpin politik di kedua pihak harus memikul tanggung jawab sekarang guna menjamin situasi ini tak meningkat jadi krisis yang lebih luas," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Mark Toner.
Warga Sudan Selatan melakukan pemungutan suara untuk memisahkan diri dari Sudan Utara dalam referendum pada Januari, yang disepakati berdasarkan persetujuan perdamaian 2005.
Tapi ketegangan telah meningkat di wilayah perbatasan penghasil minyak Abyei, tempat kedua pihak telah mengirim tentara.
Tentara Sudan Selatan (SPLA) menyatakan pasukan Khartoum telah menyerang personel SPLA dan pasukan polisi di empat desa pada Jumat.
"Mereka menggunakan bom, artileri jarak jauh, bahkan tank," kata juru bicara SPLA Philip Aguer. "Kami belum tahu jumlah korban jiwa. Bom masih berjatuhan sore ini, ketika saya menerima laporan paling akhir."
Juru bicara Misi PBB di Sudan (UNMIS) sebelumnya mengatakan bentrokan artileri meletus di daerah Todach dan Tagalei, tapi belakangan mengatakan ia perlu mengkonfirmasi laporan tersebut.
Sudan Utara, yang kebanyakan warganya Muslim, dan Selatan --yang warganya terdiri atas pemeluk Kristiani dan kepercayaan tradisional-- terlibat perang saudara selama beberapa dasawarsa sehingga menewaskan sebanyak 2 juta orang. Perang itu berakhir melalui kesepakatan perdamaian 2005, yang menghasilkan referendum mengenai kemerdekaan Sudan Selatan. (C003/A011/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011