Ramallah, Wilayah Palestina (ANTARA News) - Presiden Palestina Mahmud Abbas meminta Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Jumat, untuk mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menerima negara Palestina berdasarkan pada perbatasan 1967.

"Kami minta Presiden Obama dan Kuartet Timur Tengah (Rusia, AS, Uni Eropa dan PBB) untuk mendesak Netanyahu supaya menerima perbatasan 1967," kata juru bicara Palestina Nabil Abu Rudeina.

"Sikap Netanyahu merupakan penolakan resmi atas prakarsa Bapak Obama, legitimasi internasional dan hukum internasional."

Pada bagiannya, pejabat penting Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Abed Rabbo menyatakan "PLO dengan senang hati menyambut baik prinsip-prinsip Obama berdasar perbatasan 1967".

"Jika Israel menerima prinsip Obama itu, kami siap untuk memulai lagi pembicaraan bimbingan secepat mungkin.

Dalam konteks itu, ia menyatakan Israel harus memilih antara permintaan Obama akan negara Palestina dalam perbatasan 1967 atau pengakuan negara Palestina oleh PBB. Palestina telah mengancam akan mendesak PBB untuk mengakui negara Palestina pada September mendatang.

Dalam satu pidato kebijakan inti, Kamis (19/5), Obama memasukkan permintaan jelas pada Israel dan Palestina untuk menggunakan garis (perbatasan) yang ada sebelum perang Arab-Israel 1967 sebagai dasar bagi pembicaraan untuk mencapai pembicaraan yang dirundingkan bagi konflik itu.

Netanyahu telah lama menentang formula seperti itu, dan kantornya telah mengeluarkan pernyataan, Jumat, yang mengatakan skema tersebut akan membiarkan Israel "tak dapat dipertahankan" dan mengucilkan permukiman-permukiman besar Israel di Tepi Barat.

Dua sikap itu diperkirakan akan menjadi titik sentral pembicaraan yang berlangsung antara Obama dan Netanyahu di Gedung Putih, Jumat.

Abu Rudeina juga mengatakan Abbas menganggap penentangan PM Israel Benjamin Netanyahu terhadap perjanjian perujukan antara kelompok Fatah yang moderat pimpinan Presiden Palestina Abbas dan kelompok Islam HAMAS merupakan "campur-tangan yang tak dapat diterima dalam urusan Palestina", demikian AFP melaporkan. (S008/C003/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011