Jakarta (ANTARA News) - Komisi III DPR RI harus mengklarifikasi sinyalemen Ruhut Sitompul tentang adanya mafia hukum yang melibatkan "oknum-oknum" anggota di Komisi III terkait kasus BlackBerry dan PT Duta Anugrah Indonesia (PT DGI) dalam pembangunan gedung baru DPR RI.

"Komisi III DPR RI harus klarifikasi dan tudingan itu harus dijernihkan supaya Komisi III jangan tersandera oleh oknum-oknum yang mengataskan nama Komisi III dalam tindak tanduknya," kata anggota Komisi III DPR RI Martin Hutabarat kepada antaranews.com di Jakarta, Jumat.

Selain itu, ia mendukung pernyataan Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein bahwa pekerjaan anggota Komisi III sebagai pengacara dilepaskan.

"Kepala PPATK berulangkali mengkritisi dan mengungkapkan bahwa praktek pengacara yang tetap berlangsung dilakukan oleh anggota Komisi III adalah bertentangan dengan aturan dan itu dianggap salah satu pintu bagi terjadinya praktek mafia di lingkungan Komisi III DPR RI," kata politisi dari Partai Gerindra.

Ketika ditanya, apakah sinyalemen Ruhut tersebut benar, Martin enggan berkomentar. "Saya tidak maulah berkomentar soal itu," katanya singkat.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menduga ada jaringan mafia hukum lintas fraksi di komisinya dengan modus mengintervensi keputusan pengadilan yang sudah dikeluarkan. Para anggota DPR itu bahkan tak segan-segan menggunakan fasilitas sebagai anggota DPR RI dalam menjalankan aksinya.

"Saya sudah tahu bahwa ada pergerakan ala mafia lintas fraksi di Komisi III DPR," ujar Ruhut kepada wartawan hari ini.

Menurut dia, para anggota DPR tersebut bekerja layaknya bodyguard untuk mengamankan cukong yang menjadi bandar mereka dan menghabisi lawan-lawan para cukong tersebut.

Politikus Partai Demokrat ini mengaku, saat ini ia sedang mengumpulkan bukti keberadaan mafia di Komisi III itu. Namun, Ruhut tidak mau menyebutkan siapa saja yang disebutnya sebagai mafia hukum yang dimaksud.

"Tunggu saja tanggal mainnya, saya akan bongkar semuanya. Saat ini saya belum bisa membeberkan bukti-bukti tersebut karena saya masih ingin melengkapinya, tapi tunggu saja nanti tiba saatnya, saya ledakkan," katanya.

Ruhut mencontohkan operasi mafia itu. Ketika hakim pengadilan tingkat pertama memenangkan Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) atas Harry Tanoesoedibyo dalam kasus kepemilikan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), ada oknum anggota komisi tersebut yang intervensi.

Dalihnya dengan mengatakan hakim yang menyidangkan tidak benar serta meminta Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Coba saja lihat itu yang mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan perkara itu. Bahkan tidak segan menyebut ada mafia kasus di balik ini," kata Ruhut.

(ANTARA/S026)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011