Penting pula bagi kepolisian untuk memperkuat kebenaran, bukan membenarkan yang kuat.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto memandang perlu Polri mengevaluasi dan melakukan pembenahan internal terkait dengan fenomena masyarakat yang membuat viral sebuah kasus agar mendapatkan pelayanan dari kepolisian.
Menurut Didik Mukrianto, ada yang timpang dalam pelayanan karena tidak mungkin masyarakat mengadu ke media sosial untuk mendapat dukungan jika polisi memberikan pelayanan yang memuaskan.
"Oleh karena itu penguatan kelembagaan, sarana dan prasarana, serta profesionalitas anggota menjadi bagian yang sangat penting untuk terus dilakukan. Pelaksanaan tugas-tugas kepolisian yang humanis, inklusif, dan partisipatif juga akan memastikan kepercayaan publik akan makin meningkat," kata Didik di Jakarta, Sabtu.
Dikatakan pula bahwa fenomena masyarakat yang memviralkan perkara di medsos dipicu beberapa sebab, pertama, antisipasi dan responsifitas aparat kepolisian dianggap lambat dan tertinggal.
Menurut dia, seharusnya tidak sulit bagi polisi untuk mendapatkan informasi secara cepat dan menangani secara tepat dan cepat untuk setiap persoalan yang ada di tengah masyarakat karena Polri memiliki infrastruktur, sarana dan prasarana, serta SDM yang besar, canggih, dan maju.
Baca juga: Kapolri : Ke depan saya ingin polisi dicintai masyarakat
"Jadi, tidak perlu menunggu viral dahulu di media, baru ditangani. Dalam konteks ini jangan sampai polisi dianggap kurang prediktif dan responsif," ujarnya.
Kedua, lanjut Didik, kemungkinan masyarakat tidak menaruh kepercayaan sepenuhnya pada kepolisian karena menganggap integritas aparat kepolisian dalam melakukan penegakan hukum kurang independen, kurang transparan, masih tebang pilih, dan masih pandang bulu.
Konsekuensinya, kata dia, adalah bahaya jika aparat kepolisian diragukan profesionalitas dan akuntabilitasnya sehingga masyarakat merasa perlu dukungan melalui sosial media dahulu untuk memastikan upaya hukumnya direspons kepolisian.
"Saya menyarankan agar Polri melakukan pengawasan dan pembinaan anggota untuk meminimalisasi potensi penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan, dan kesewenang-wenangan," katanya.
Dengan penegakan hukum yang independen, transparan, dan berkeadilan, kata Didik, akan memastikan masyarakat menaruh kepercayaan pada kepolisian sepenuhnya.
Selain itu, masyarakat akan merasa terayomi oleh kepolisian dan tidak perlu mencari dukungan atau pengayoman pada media sosial dalam mengakses keadilan hukum.
"Penting pula bagi kepolisian untuk memperkuat kebenaran, bukan membenarkan yang kuat," ujarnya.
Dengan basis kekuatan infrastruktur, sarana dan prasarana, serta SDM kepolisian yang demikian besar, canggih, dan maju, menurut dia, ada yang salah jika polisi tidak mampu prediktif, responsif, transparan, dan berkeadilan
Apabila Polri bisa mengoptimalkan berbagai basis kekuatan tersebut, dia yakin mudah menemukan ketimpangan yang terjadi di internal, seperti integritas, totalitas, dan komitmen SDM.
Baca juga: Kapolri minta jajaran evaluasi fenomena viral di masyarakat
Baca juga: Polisi yang tolak laporan warga dinyatakan langgar kode etik Polri
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo meminta jajaranya melakukan evaluasi guna menghilangkan stigma di masyarakat dengan munculnya fenomena di medsos yang kerap mengangkat pelanggaran dari personel kepolisian.
Sigit menyoroti sejumlah fenomena di medsos, munculnya tanda pagar (tagar/#) #PercumaLaporPolisi, kemudian tagar #1Hari1Oknum dan terbaru #NoViralNoJustice.
"Ini waktunya berbenah untuk melakukan hal yang lebih baik. Bagaimana kita melihat perkembangan medsos terkait dengan peristiwa yang di-upload. Ini menjadi tugas kita semua," kata Sigit saat memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Analisis dan Evaluasi (Rakor Anev) Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri di Yogyakarta, yang disiarkan melalui platform YouTube Divisi Humas Polri, dipantau dari Jakarta, Jumat (17/12).
Terkait dengan tagar #NoViralNoJustice, Sigit menyebutkan masyarakat membuat perbandingan dengan kasus yang dimulai dengan diviralkan dibandingkan dengan kasus yang dimulai dengan laporan dalam kondisi biasa.
Masyarakat, lanjut Sigit, melihat bahwa kasus yang diviralkan cenderung selesai dengan cepat. Bahkan, memunculkan tagar #ViralForJustice.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021